DENPASAR, KOMPAS.com - Organisasi Kerjasama Sertifikasi Kehutanan Indonesia (Indonesia Forestry Certification Cooperation/ IFCC) mendorong berbagai pihak untuk terlibat dalam menyukseskan program sertifikasi hutan industri.
Ketua IFCC Drajad Wibowo menuturkan sertifikasi hutan mendesak dilakukan guna memastikan kegiatan industri perkayuan dan yang terkait, tidak menimbulkan dampak lingkungan.
"Dengan sertifikasi, kami ingin agar kayu-kayu dari hutan industri tetap memperhatikan aspek lingkungan, dan mewujudkan hutan lestari," ujarnya usai konferensi Programme for the Endorsment of Forest Certification (PEFC) di Sheraton Kuta, Rabu (16/11/2016).
Selain menjaga lingkungan, kayu yang telah mendapatkan sertifikasi dari PEFC juga akan memiliki nilai tambah di pasar. Hal ini lantaran semakin meningkatnya kesadaran konsumen terhadap dampak lingkungan.
"Ke depan, berbagai industri kemasan diharapkan juga menggunakan bahan-bahan yang telah mendapatkan sertifikasi," kata Drajad.
Sementara itu, 2nd Vice Chair PEFC Council Board Sheam Satkuru-Granzella menjelaskan di Malaysia kegiatan sertifikasi melibatkan berbagai institusi, di antaranya Departemen Kehutanan, kepolisian, hingga militer.
Langkah tersebut ditempuh agar program sertifikasi bisa berjalan sukses, karena hal ini penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan nilai kayu di pasar.
"Malaysia mulai menjadi anggota PEFC sejak tahun 2009, karena kami melihat urgensi dari sertifikasi hutan industri," jelasnya.
Programme for the Endorsment of Forest Certification (PEFC) menargetkan bisa melakukan sertifikasi hingga 350 juta hektare hutan industri di seluruh dunia dalam beberapa tahun ke depan.
General Secretary PEFC Ben Gunneberg menuturkan hingga saat ini pihaknya telah melakukan sertifikasi terhadap sekitar 300 juta hektare hutan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, luasan hutan di Indonesia yang telah disertifikasi mencapai 1,7 juta hektare.
Editor: Bambang Priyo Jatmiko
Sumber berita: bisniskeuangan.kompas.com