Financeroll – Industri hasil hutan merupakan salah satu industri non-migas terdepan di Indonesia, yang diproyeksikan akan menempati posisi strategis di pasar dunia. Namun, ada beberapa kendala yang sejauh ini menyebabkan terhambatnya perkembangan produk hasil hutan Indonesia di pasar internasional, diantaranya belum tersertifikasi.
Kata Kepala Proyek dan Pengembangan Programme for Endorsement Forest Certification (PEFC), memperluas penerapan sertifikasi hutan di Indonesia mempunyai peran signifikan dalam meningkatkan pasar internasional untuk produk hutan Indonesia. Konsumen pada pasar-pasar utama, pada dasarnya berharap bahwa produk yang mereka beli memiliki kredential berkelanjutan (sustainability credential). Dalam hal produk berbasis hutan, artinya produk tersebut telah disertifikasi oleh sistem yang diakui secara internasional seperti PEFC.
Setelah SVLK, Sertifikasi Baru Produk Kehutanan Segera Terbit
Giras Pasopati - Rabu, 07 Mei 2014, 18:25 WIB
Bisnis.com, JAKARTA—Setelah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) terbit, segera diluncurkan sertifikasi baru terkait dengan produk kehutanan dari Indonesia Forestry Certification Cooperation (IFCC).
IFCC adalah lembaga non-profit Indonesia yang merupakan jaringan dari Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). PEFC adalah lembaga internasional yang sejak 1999 fokus pada sertifikasi produk kehutanan berkelanjutan.
Sarah Price, Kepala Proyek dan Pengembangan PEFC, mengatakan perbedaan sertifikasi PEFC dengan SVLK adalah lebih menekankan dan mengutamakan bukti produk yang mempraktekkan pola pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
“SVLK lebih ke legalitas yang sifatnya hasil bilateral antara Uni Eropa dan Indonesia. Sertifikasi PEFC lebih global, hampir ke seluruh benua,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Dia menjelaskan, sertifikasi PEFC lebih fokus ke kesadaran konsumen terhadap produk berkelanjutan. Menurut survei di beberapa negara maju dan berkembang, sekitar 54% konsumen percaya dengan label pengelolaan secara keberlanjutan di produk.
Akhir 2014 Indonesia Akan Miliki Sistem Sertifikasi Hutan Berstandart PEFC
May 8, 2014 @ 7:41 pm
Jakarta, EnergiToday -- Indonesia pada akhir tahun ini diperkirakan memiliki sistem sertifikasi hutan yang diakuiProgramme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).
Kepala Proyek dan Pengembangan PEFC, Sarah Price mengatakan pihaknya segera merampungkan hasil terhadap sistem sertifikasi hutan di Indonesia Agustus 2014. "Hasil penilaian ini akan menjadi tonggak baru dalam tata kelola hutan dan produk turunannya untuk bisa diterima oleh lebih 34 negara pembeli global," ujar Sarah seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Kamis (08/05).
Konsultan Perkumpulan Kerjasama Sertifikasi Kehutanan Indonesia/Indonesia Forestry Certification Cooperative (IFCC), Nurcahyo Adi menyatakan standar sertifikasi PEFC berbeda dengan standar sertifikasi lain yang diadopsi dari negara pengusung sertifikasi. Pada November 2013 IFCC menyerahkan sistem sertifikasi hutan mereka untuk dinilai oleh PEFC. Menurut dia, sudah 60 persen luas hutan di dunia terapkan sertifikasi PEFC. Nurcahyo menambahkan IFCC terkonsentrasi mendampingi perusahaan hutan skala besar dan unit manajemen hutan skala kecil untuk bisa menerapkan skema ini.
Perusahaan Kayu Indonesia Didorong Lakukan Sertifikasi
Rabu, 07 Mei 2014
Jakarta - The Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), organisasi internasional non-pemerintah untuk memajukan pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management/SFM) mendorong perusahaan-perusahaan di sektor kehutanan Indonesia melakukan sertifikasi melalui perwakilan PEFC di dalam negeri, yakni Indonesia Forestry Certification Cooperation (IFCC).
Langkah ini dilakukan mengingat sejumlah negara-negara maju menerapkan peraturan ketat terhadap impor hasil hutan.
“Penerapan sertifikasi hutan di Indonesia mempunyai peran signifikan dalam meningkatkan pasar internasional,” kata Kepala Proyek dan Pengembangan PEFC, Sarah Price, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/4).
Sebagai gambaram, saat ini peraturan yang mengharuskan para pebisnis sektor kehutanan mengkonfirmasi legalitas sumber produk hutannya jika memasuki pasar dunia adalah Lacey Actdi Amerika Serikat (AS), European Union Timber Regulation di Uni Eropa, dan Illegal Logging Prohibition Bill di Australia.
Dai mengatakan, konsumen hasil hutan dunia berharap bahwa produk yang mereka beli memiliki kredential berkelanjutan (sustainability credential). "Artinya produk tersebut telah disertifikasi oleh sistem yang diakui secara internasional seperti PEFC,” kata dia.
Industri Non-Migas Terdepan, Perlu Sertifikasi Produk
Kamis, 8 Mei 2014
Industri hasil hutan merupakan salah satu industri non-migas terdepan di Indonesia, yang diproyeksikan akan menempati posisi strategis di pasar dunia. Namun, ada beberapa kendala yang sejauh ini menyebabkan terhambatnya perkembangan produk hasil hutan Indonesia di pasar internasional.
"Banyak negara-negara maju saat ini menerapkan peraturan ketat terhadap impor hasil hutan," kata Sarah Price, Kepala Proyek dan Pengembangan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) di Jakarta, Rabu (7/5). Dia mengatakan beberapa peraturan yang utama adalah Lacey Act di Amerika Serikat, European Union Timber Regulation di Uni Eropa, dan Illegal Logging Prohibition Bill di Australia. Semua peraturan ini mengharuskan para pelaku pasar untuk mengambil langkah tambahan untuk mengkonfirmasi status legalitas dari sumber produk-produk hutan yang memasuki pasar mereka.
Disinilah peran sertifikasi dalam membuat proses ini menjadi lebih mudah. Produk yang memiliki logo dari sistem sertifikasi yang ternama di dunia, seperti Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), menandakan bahwa produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Adanya logo ini pada produk juga menandakan adanya informasi rantai pasokan yang telah diaudit, dimana pembeli dapat mengetahui asal produk, dan menghilangkan adanya resiko ketidaksahan produk tersebut. “Memperluas penerapan sertifikasi hutan di Indonesia mempunyai peran signifikan dalam meningkatkan pasar internasional untuk produk hutan Indonesia,” kata Sarah.