Drajat Wibowo Dewan PEFC, Dunia Akui Hutan Lestari Indonesia

Drajat Wibowo Dewan PEFC, Dunia Akui Hutan Lestari Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom senior Dradjad Wibowo terpilih secara aklamasi menjadi anggota dewan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), sehingga memperkuat posisi lobi Indonesia di dalam organisasi sertifikasi hutan yang beranggotakan 52 negara. 

Menurut Dradjad yang kini menjabat sebagai Ketua Umum IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation), anggota organisasi itu terdiri dari  puluhan perusahaan serta organisasi dunia, dan IFCC merupakan wakil Indonesia untuk PEFC.

Dradjad menjelaskan, sertifikat IFCC/PEFC terbukti sangat membantu pelaku hutan tanaman industri (HTI) dan olahannya, terutama kertas dan bubur kertas.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan bahwa sekarang organisasi dunia tersebut telah mengakui kalau HTI Indonesia dikelola secara lestari. 

“Apalagi, saat puncak kebakaran hutan pada 2019. Dari konsesi HTI seluas empat juta hektare yang bersertifikat, hanya 2-3 persen saja yang terbakar.  Itu pun sebagiannya adalah areal yang dipakai pihak lain,” katanya dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (14/11/2019).

Pemilihan anggta Dewan PEFC itu berlangsung di Benteng Muleinberg, Wurburg, Jerman kemarin waktu setempat.

PEFC merupakan skema sertifikasi hutan terbesar di dunia. Per Maret 2019 terdapat 311 juta hektare hutan yang bersertifikat PEFC dan melibatkan lebih dari 750 ribu pemilik hutan. Sedangkan, di sektor hilirnya, terdapat lebih dari 11500 perusahaan yang memakai sertifikat PEFC termasuk raksasa dunia seperti Walmart, Tesco, Zara dan sebagainya. 

Kertas dan bubur kertas Indonesia sempat diboikot pembeli dunia sejak 2008/2009. Akan tetapi setelah bersertifikat, nilai ekspornya naik US$1 miliar lebih pada tahun 2017. 

“Hutan lestari itu perlu komitmen dan kerja yang luar biasa dari pelaku kehutanan Indonesia. Kita sempat dicap ‘penyakitan’ dan ‘harus dijauhi”. Tapi, sekarang pelaku hutan lestari dunia mengakui kita,” kata Dradjad.

Dradjad berharap lebih banyak lagi pelaku sektor hilir Indonesia yang terlibat dalam hutan lestari. Baik dari industri, jasa, perbankan, ritel hingga disainer fesyen dan konsumen. 

“Saat ini banyak pihak yang belum terlibat dalam hutan lestari. Padahal, hutan lestari bermanfaat bukan hanya bagi ekspor atau lapangan kerja saja. Tapi juga bagi nama baik Indonesia, dan masa depan anak-cucu. Itu salah satu alasan saya menjadi Dewan PEFC,” kata Dradjad.

source: https://kabar24.bisnis.com/read/20191114/15/1170189/drajat-wibowo-dewan-pefc-dunia-akui-hutan-lestari-indonesia

Terpilih Dewan PEFC, Dradjad Promosikan Hutan Lestari Indonesia

JAKARTA, SUARA PEMRED - Ekonom senior dan politisi PAN Dradjad Wibowo terpilih secara aklamasi menjadi anggota Dewan atau Board dari PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification), Rabu(13/11) di Benteng Marienberg, Würzburg, Jerman. 

Menurut Dradjad yang Ketua Umum IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) itu, 
PEFC adalah sebuah lembaga yang berbasis di Geneva, dengan anggota 52 negara. Ini ditambah dengan puluhan perusahaan ataupun organisasi dunia. IFCC mewakili Indonesia dalam PEFC.

PEFC merupakan skema sertifikasi hutan terbesar di dunia. Per Maret 2019 terdapat 311 juta hektar hutan yang bersertifikat PEFC. Ini melibatkan lebih dari 750 ribu pemilik hutan. Di sektor hilirnya, terdapat lebih dari 11500 perusahaan yang memakai sertifikat PEFC. Mereka termasuk raksasa dunia seperti Walmart, Tesco, Zara dan sebagainya. 

Menurut Dradjad, sertifikat IFCC / PEFC terbukti sangat membantu pelaku hutan tanaman industri (HTI) dan olahannya, yaitu kertas dan bubur kertas. Dunia sekarang mengakui kalau HTI Indonesia dikelola secara lestari. 

Apalagi, saat puncak kebakaran hutan 2019, dari konsesi HTI seluas 4 juta hektar yang bersertifikat, hanya 2-3% saja yang terbakar.  Itu pun sebagiannya adalah areal yang dipakai pihak lain. 

Kata Dradjad, kertas dan bubur kertas Indonesia sempat diboikot pembeli dunia sejak 2008/9. Setelah bersertifikat, ekspor naik US$ 1 milyar lebih pada tahun 2017. 

“Hutan lestari itu perlu komitmen dan kerja yang luar biasa dari pelaku kehutanan Indonesia. Kita sempat dicap ‘penyakitan’ dan ‘harus dijauhi”. Tapi sekarang pelaku hutan lestari dunia mengakui kita,” imbuh Dradjad.

Dradjad berharap lebih banyak lagi pelaku sektor hilir Indonesia yang terlibat dalam hutan lestari. Baik dari industri, jasa, perbankan, ritel hingga disainer fesyen dan konsumen. 

“Saat ini banyak pihak yang belum terlibat dalam hutan lestari. Padahal, hutan lestari bermanfaat bukan hanya bagi ekspor atau lapangan kerja saja. Tapi juga bagi nama baik Indonesia, dan masa depan anak-cucu. Itu salah satu alasan saya menjadi Dewan PEFC” kata Dradjad.(wal)

source: http://suarapemred.co/news/ekonomi/read/82008/terpilih..dewan.pefc..dradjad.promosikan.hutan.lestari.indonesia

Jadi Dewan PEFC, Dradjad Promosikan Hutan Lestari Indonesia

suarasurabaya.net - Dradjad Hari Wibowo ekonom senior terpilih secara aklamasi menjadi anggota Dewan atau Board dari PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) pada Rabu pagi (13/11/2019) di Benteng Marienberg, Wurzburg, Jerman,

Menurut Dradjad yang juga Ketua Umum IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) itu, PEFC adalah sebuah lembaga yang berbasis di Geneva, dengan anggota 52 negara. Ini ditambah dengan puluhan perusahaan ataupun organisasi dunia. IFCC mewakili Indonesia dalam PEFC.

PEFC merupakan skema sertifikasi hutan terbesar di dunia. Per Maret 2019 terdapat 311 juta hektar hutan yang bersertifikat PEFC. Ini melibatkan lebih dari 750 ribu pemilik hutan. Di sektor hilirnya, terdapat lebih dari 11500 perusahaan yang memakai sertifikat PEFC. Mereka termasuk raksasa dunia seperti Walmart, Tesco, Zara dan sebagainya.

Menurut Dradjad, sertifikat IFCC / PEFC terbukti sangat membantu pelaku hutan tanaman industri (HTI) dan olahannya, yaitu kertas dan bubur kertas. Dunia sekarang mengakui kalau HTI Indonesia dikelola secara lestari.

 

Apalagi, saat puncak kebakaran hutan 2019, dari konsesi HTI seluas 4 juta hektar yang bersertifikat, hanya 2-3% saja yang terbakar. Itupun sebagiannya adalah areal yang dipakai pihak lain.

Kata Dradjad, kertas dan bubur kertas Indonesia sempat diboikot pembeli dunia sejak 2008/9. Setelah bersertifikat, ekspor naik US$ 1 miliar lebih pada tahun 2017.

"Hutan lestari itu perlu komitmen dan kerja yang luar biasa dari pelaku kehutanan Indonesia. Kita sempat dicap 'penyakitan' dan 'harus dijauhi'. Tapi sekarang pelaku hutan lestari dunia mengakui kita," tegas Dradjad yang juga politisi PAN ini, Kamis (14/11/2019).

Dradjad berharap lebih banyak lagi pelaku sektor hilir Indonesia yang terlibat dalam hutan lestari. Baik dari industri, jasa, perbankan, ritel hingga disainer fesyen dan konsumen.

"Saat ini banyak pihak yang belum terlibat dalam hutan lestari. Padahal, hutan lestari bermanfaat bukan hanya bagi ekspor atau lapangan kerja saja. Tapi juga bagi nama baik Indonesia, dan masa depan anak-cucu. Itu salah satu alasan saya menjadi Dewan PEFC," pungkas Dradjad.(faz/ipg)

source: https://ekonomibisnis.suarasurabaya.net/news/2019/228494--Jadi-Dewan-PEFC,-Dradjad-Promosikan-Hutan-Lestari-Indonesia

 

Jadi Dewan PEFC, Dradjad Promosikan Hutan Lestari Indonesia

Dradjad Wibowo saat voting pemilihan anggota dewan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).REPUBLIKA.CO.ID, WURZBURG — Ekonom senior Dradjad Wibowo terpilih secara aklamasi menjadi anggota Dewan atau Board dari Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). Lembaga ini merupakan skema sertifikasi hutan terbesar di dunia.

Dradjad terpilih dalam pemilihan yang diselenggarakan di  Benteng Marienberg, Würzburg, Jerman, Rabu pagi (13/11).  Dradjad dalam organisasi ini merupakan Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), yang mewakili Indonesia dalam lembaga PEFC. Adapun PEFC adalah sebuah lembaga yang berbasis di Geneva. Anggotanya terdiri dari 52 negara, ditambah dengan puluhan perusahaan ataupun organisasi dunia.

Saat dihubungi republika.co.id, Dradjad mengatakan, per Maret 2019 terdapat 311 juta hektar hutan yang bersertifikat PEFC. Ini melibatkan lebih dari 750 ribu pemilik hutan. Di sektor hilirnya, terdapat lebih dari 11500 perusahaan yang memakai sertifikat PEFC. Mereka termasuk raksasa dunia seperti Walmart, Tesco, Zara dan sebagainya.

photo

Menurut Dradjad, sertifikat IFCC / PEFC terbukti sangat membantu pelaku hutan tanaman industri (HTI) dan olahannya, yaitu kertas dan bubur kertas. Dunia sekarang mengakui kalau HTI Indonesia dikelola secara lestari.

Apalagi, saat puncak kebakaran hutan 2019, dari konsesi HTI seluas 4 juta hektar yang bersertifikat, hanya 2-3% saja yang terbakar.  Itu pun sebagiannya adalah areal yang dipakai pihak lain.

Kata Dradjad, kertas dan bubur kertas Indonesia sempat diboikot pembeli dunia sejak 2008/9. Setelah bersertifikat, ekspor naik 1 milyar dolar AS lebih pada tahun 2017.

“Hutan lestari itu perlu komitmen dan kerja yang luar biasa dari pelaku kehutanan Indonesia. Kita sempat dicap ‘penyakitan’ dan ‘harus dijauhi”. Tapi sekarang pelaku hutan lestari dunia mengakui kita,” kata Dradjad, yang juga politikus PAN itu.

photo

Dradjad berharap lebih banyak lagi pelaku sektor hilir Indonesia yang terlibat dalam hutan lestari. Baik dari industri, jasa, perbankan, ritel hingga disainer fesyen dan konsumen.

“Saat ini banyak pihak yang belum terlibat dalam hutan lestari. Padahal, hutan lestari bermanfaat bukan hanya bagi ekspor atau lapangan kerja saja. Tapi juga bagi nama baik Indonesia, dan masa depan anak-cucu. Itu salah satu alasan saya menjadi Dewan PEFC” kata Dradjad.

source: https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/q0xot8318/jadi-dewan-pefc-dradjad-promosikan-hutan-lestari-indonesia

Tiga Usulan Ketum IFCC tentang Pencegahan dan Penanggulangan Karhutla

"Dalam beberapa rapat dengan dirjen-dirjen terkait seusai karhutla 2015, saya sampaikan sistem pencegahan dan penanggulangan karhutla kita masih jauh dari efektif.

Kalau kelihatannya karhutla teratasi, itu karena curah hujan sedang tinggi. Saya tekankan, nanti jika kekeringan memburuk, saya yakin Indonesia akan terkena bencana asap lagi. Sekarang hal ini terbukti, padahal El Nino 2019 tidak separah 2015.

Kenapa tidak efektif? Sejak karhutla 2015, yang menjadi kebijakan andalan adalah menghukum perusahaan yang dituduh sebagai pelaku karhutla. Itu dianggap sebagai bukti pemerintah sudah tegas dan bekerja.

Tindakan hukum jelas sangat penting. Tapi saya melihat langkah hukum lebih kental publisitasnya dari pada efektifitasnya. Apalagi jika yang ditindak adalah dari grup besar. Publisitasnya heboh sekali.

Namun, jika karhutla sudah terjadi, tindakan hukum tidak membuat api padam. Justru ketersediaan air yang lebih krusial.

Itu hal mendasar yang terbaikan. Tidak sedikit kasus di mana aparat sudah siap, tapi air tidak ada. Kalaupun ada, lokasinya jauh dan jumlahnya sedikit.

Jadi, pertama yang harus dilakukan adalah membangun sebanyak mungkin tempat penyimpanan air di daerah rawan kebakaran. Ketika curah hujan tinggi, air menjadi rahmat Allah yang kita buang percuma. Seharusnya, air kita tampung untuk dipakai saat kekeringan. Ini rumus sederhana dari Nabi Yusuf as.

Kedua, personel, peralatan dan anggaran harus cukup, baik jumlah maupun jenisnya. Bagaimana bisa memadamkan api kalau pesawat pengebom air sangat terbatas? Bahkan tidak jarang negara “mengemis” agar perusahaan yang menyewa. AS dan Australia yang punya banyak pesawat saja kewalahan menghadapi karhutla. Apalagi Indonesia dengan sumber daya minim? Saya berharap dalam APBN 2020 anggaran karhutla ini dibuat cukup.

Ketiga, perlu ada pengendalian pembakaran lahan. Membakar adalah teknis persiapan lahan yang paling gampang, murah dan efektif. Itu ilmu pertanian sejak jaman dulu. Menggunakan alat berat jelas mahal.

Karena sulit mencegahnya, mungkin kita perlu mengaturnya melalui rotasi pembakaran per satu wilayah ekologis. Jangan per kabupaten. Tapi wilayah ekologis yang menjadi basisnya. Saya tidak tahu apakah ini akan berhasil. Tapi hemat saya, layak dicoba."

 

Tulisan ini dimuat sebagai berita Republika online dengan link berikut: https://m.republika.co.id/berita/pyay06318/ini-kritik-pencegahan-dan-penanggulangan-karhutla