METROPOLITAN – Sebagai lembaga non-profit, Indonesian Forestry Certifcation Cooperation (IFCC) fokus mendorong dan memberikan pemahaman kepada sejumlah perusahaan tentang pembangunan berkelanjutan melalui sertifikasi pengelolaan hutan lestari. Tiap produk yang menggunakan bahan kertas mendapatkan sertifikasi seperti logo ‘halal’. Artinya, produk tersebut ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga tetap melestarikan hutan.
Untuk itu, pada ulang tahun ke-7 IFCC sekaligus bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional pada 9 September, IFCC menggelar acara Fun Run dengan tema ‘Sporty Day in Green’ untuk mempromosikan dan penghargaan sertifikasi kepada perusahaan yang merawat hutan melalui produknya di Kota Bogor, akhir pekan lalu.
Lebih dari 350 pelari, baik dari komunitas pelari Kota Bogor, masyarakat hingga komunitas lari se-Jadetabek ambil bagian dari Fun Run sepanjang tujuh kilometer itu. Mulai start di gedung Telkom, melalui Jalur SSA, Jalan Ciremai Ujung, Jalan Tampomas, Jalan Papandayan kembali ke gedung Telkom.
Chairman IFCC, Drajad Hari Wibowo, mengatakan, Kota Bogor yang belakangan dikenal sebagai kota para pelari menjadi tempat promosi yang efektif dalam melestarikan hutan. IFCC memberikan penghargaan sertifikasi dan logo kepada perusahaan-perusahaan yang merawat hutan dengan lestari.
“Jadi ada seperti logo ’halal’, logo yang diakui di seluruh dunia. Perusahaan besar memakai bahan kertas dari hutan yang lestari. Miliaran dolar ekspor Indonesia dari wol and paper bisa terselamatkan. Bahkan, puluhan ribu tenaga kerja juga bisa terselamatkan. Paling penting, kita promosikan agar hutan kita dijaga secara lestari, sehingga produk kayu yang dihasilkan produk yang berkelanjutan,” kata Drajad kepada Metropolitan, kemarin.
Ia menambahkan, kategori Lestari sendiri ada tiga, yakni lestari produksi, lestari dari sisi lingkungan dan lestari sosial. Jika ada perusahaan yang ’menzalimi’ masyarakat adat, dengan produk hasil merusak hutan, dia tidak dapat sertifikat. Termasuk merusak sungai. “Juga kalau kayu yang didapat bukan yang berkelanjutan. Atau tidak ditebang secara rotasi. Itu juga tidak bakal dapat (sertifikasi). Setifikat dan logo ini mencerminkan pengelolaan secara lestari, yang diterima konsumen seluruh dunia,” paparnya.
Apalagi, sambung dia, konsumen dunia belakangan ini makin kritis. Konsumen tidak lagi mau menggunakan produk yang tidak melestarikan hutan. Maka, bukan hanya akan berhadapan dengan hukum, atau denda ratusan miliar, perusahaan pun tidak bisa berjualan karena tidak punya konsumen. “Anda juga tidak bisa jualan. Jadi buat apa? Kami mengajak melalui IFCC bisnis dengan bersih, lestari produksi, lestari lingkungan dan lestari sosial,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, menuturkan, kegiatan yang digagas IFCC ini memiliki dua makna positif. Pertama, semakin menguatkan salah satu identitas Kota Bogor sebagai kota para pelari. Secara langsung atau tidak, memberikan kontribusi terhadap promosi kota dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama sektor hotel dan restoran. “Nama Kota Bogor sebagai kota pelari di forum nasional dan internasional akan makin mendunia. Makanya kami terus berbenah menjadikan kota yang ramah bagi pejalan kaki dan menyediakan infrastruktur,” ucapnya.
Makna kedua, kata Ade, menjadi kampanye yang efektif untuk menyampaikan pesan yang positif bagi warga Kota Bogor, agar terus melakukan aksi-aksi ramah lingkungan dengan langkah-langkah kecil. Mulai dari membuang sampah pada tempatnya atau mengurangi penggunaan kantong plastik. “Sekaligus menjadi bagian memperkenalkan IFCC sebagai lembaga non profit yang mendorong pembangunan berkelanjutan melalui sertifikasi pengelolaan hutan lestari,” pungkasnya. (ryn/b/yok/py)
Source: www.metropolitan.co.id