jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) baru saja melakukan penandatanganan nota kesepakatan (MoU), Rabu (14/9).
Dalam kerja sama tersebut, APHI-IFCC akan mempromosikan standar pengelolaan sumber daya hutan menggunakan skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).
Penandatangan itu dilakukan Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo dan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto di Jakarta.
Dirjen Pengelaolaan Hutan Lestari Agus Justianto menilai penandatanganan MoU tersebut dalam upaya mendorong serta meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia.
"Kami menyambut baik adanya kegiatan kerja sama antara APHI-IFCC melalui penerapan sertifikasi kehutanan yang memenuhi tolok ukur pengelolaan hutan lestari skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC),” ujarnya dalam siaran persnya, Rabu.
Dengan adanya kerja sama itu, Agus berharap ke depan audit dilakukan secara gabungan dan membantu mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ke pasar internasional.
Hal itu sesuai ISO 19011 tahun 2018 bahwa dimungkinkan adanya skema penggabungan mandatory dan voluntary.
Sejak diterbitkan UUCK, tambahnya, SVLK bertransformasi menjadi sistem verifikasi legalitas dan kelestarian.
Dia menyebut, ruang lingkup tidak hanya terbatas kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu dan menjamin produk hasil hutan tersebut dapat ditelusuri dari sumber yang legal mulai dari hulu hilir sampai pemasaran.
Dia mengatakan tuntutan pasar global setiap produk yang dihasilkan oleh produsen mempunyai bukti sertifikat legal.
Di pasar Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Jepang membutuhkan sertifikasi lestari yang bebas deforestasi dan degradasi.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan perluasan kerja sama para pihak untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan Indonesia menjadi prioritas APHI ke depan.
"Sertifikasi merupakan tolok ukur dalam pengelolaan hutan lestari," katanya.
Menurut dia, perluasan pasar ekspor produk hasil hutan Indonesia di pasar global akan semakin menghadapi tantangan, utamanya isu-isu tentang sosial dan lingkungan, transparansi, kesehatan, dan keselamatan kerja serta Hak Asasi Manusia (HAM).
"Penanganan isu-isu ini sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Oleh karena itu, sertifikasi hutan menjadi instrumen penting dan sangat relevan untuk menjawab tantangan tersebut," ujarnya.
Sementara itu Ketua IFCC Saniah Widuri menyambut baik dan berharap banyak atas kerja sama dengan APHI dan juga dukungan Ditjen PHL KLHK.
“Kerja sama dengan APHI bertujuan untuk mendukung pengelolaan hutan lestari dan membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan pengelolaan hutan lestari yang ditunjukkan dengan sertifikasi” ungkapnya. (Ant/ddy/jpnn)