APRIL, Perusahaan Pertama di Indonesia Raih Sertifikat PEFC

Senin, 8 Juni 2015 06:25

Sistem penglelolaan hutan berkelanjutan yang diterapkan APRIL mendapat pengakuan lembaga kredibel kelas dunia. RISI untuk kali pertama memberikan penghargaan PEFC untuk perusahaan di Indonesia.


Juni 8 Riauterkini-JAKARTA- Produsen bubur kayu dan kertas APRIL grup dilaporkan telah memperoleh sertifikat yang pertama di Indonesia untuk pengelolaan hutan berkelanjutan PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification).

APP dan APRIL Raih Sertifikasi Internasional PEFC

Senin, 08 Juni 2015 | 11:43

ik1

Asia Pulp & Paper (APP) menerima sertifikasi Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) - Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) di Jakarta (8/6). APP yang juga selaku pelopor komitmen "tanpa deforestasi" di sektor pulp & kertas di Indonesia meyakini dengan sertifikasi IFCC-PEFC yang didapatkan, selain konsumen mendapatkan produk berkualitas tinggi, juga turut mendukung pengelolaan hutan lestari di Indonesia. (Istimewa)

Jakarta - Dua perusahaan pulp dan kertas terbesar di Indonesia yaitu APRIL Group dan Asia Pulp and Paper (APP) Group mendapatkan sertifikat Programme For Endorsement of Forest Certification (PEFC) dari Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC).

IFCC Chairman Drajad Wibowo mengatakan saat ini permintaan konsumen internasional sangat selektif. Sebagian dari konsumen meminta bahan baku produk yang mereka beli harus berasal dari sumber yang memperhatikan kelestarian sumber daya alam, lingkungan dan sosial.

"Salah satu jenis produk yang menjadi perhatian utama adalah kertas, karena kertas berasal dari produk hutan," kata dalam acara "Penyerahan Sertifikat PEFC/IFCC" di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Senin (8/6).

PEFC merupakan sistem sertifikasi terbesar di dunia yang bersifat independen dan berkantor pusat di Jenewa, Swiss. Sertifikat PEFC diakui dan diterima para stakeholder di sektor kehutanan dan industri di dunia, sertikat ini hanya diberikan kepada perusahaan yang bisa mengelola hutan secara berkelanjutan. Di Indonesia sendiri, badan yang mengembangkan dan mengatur PEFC adalah IFCC.

Drajad mengatakan kebanyakan negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) sangat ketat dalam membeli produk kertas, produk yang dibeli harus mendapatkan sertifikat internasional, sertifikat yang diakui adalah PEFC.

Sertifikat pengelolaan hutan berkelanjutan dari PEFC dan IFCC ini berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang. "Dengan diterbitkannya sertifikat PEFC untuk APRIL Group dan APP group bisa meningkatkan penjualan perusahaan," ujar dia.

Managing Director Sustainability APP, Aida Greenbury mengatakan, sebanyak 306.400 ha konsesi yang telah tersertifikasi IFCC-PEFC ini dioperasikan dua pemasok APP di Riau, yakni PT Arara Abadi dan PT Satria Perkasa Agung - Serapung. Selain itu, seluas 1 juta ha area konsesi sedang menjalani tahap akhir sertifikasi yang ditargetkan rampung dalam waktu dekat.

Dia mengatakan, jika sertifikasi terealisasi seluruhnya, maka target Roadmap Keberlanjutan Visi 2020 APP akan terwujud. Dalam roadmap tersebut, 100 persen pemasok kayu perusahaan mendapatkan sertifikasi pengelolaan hutan lestari pada tahun 2020.

"Tahun ini adalah tahun ketiga pelaksanaan komitmen 'tanpa deforestasi' dari APP, kami bangga menjadi pelopor komitmen ini di Indonesia. Dengan sertifikasi IFCC-PEFC dan komitmen tanpa deforestasi tersebut, pembeli APP yakin bahwa produk PEFC yang dibeli dari APP tidak hanya merupakan produk berkualitas, namun juga produk yang disertifikasi, dapat dilacak dan mendukung pengelolaan hutan lestari di Indonesia," lanjut Aida.

Managing Director APRIL Group Indonesia Tony Wenas mengatakan dari 1 juta hektar lahan atau hutan yang dimiliki APRIL Group, 45 persen sudah mendapatkan sertifikat PEFC atau sekitar 300.000 hektar.

Menurut dia, sertifikat PEFC adalah standar ketat yang diakui dunia, PEFC juga menyumbang dua per tiga hutan dunia bersetifikasi. Dampak positif yang akan diperoleh perusahaan adalah meningkatkan jumlah konsumen internasional dan memudahkan ruang gerak perusahaan untuk mengembangkan ekspor karena sertifikat internasional PEFC sudah diraih.

Asia Pulp & Paper (APP) adalah nama dagang untuk kelompok perusahaan manufaktur pulp dan kertas di Indonesia dan Tiogkok. APP bertanggung jawab untuk menyediakan produk berkualitas untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat akan tisu, packaging, dan kertas. Setiap hari, produk kami berada di tangan para konsumer dalam berbagai bentuk dan merek di seluruh dunia.

Ridho Syukro/WBP

Investor Daily

Source: http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/280620-app-dan-april-raih-sertifikasi-internasional-pefc.html

Dradjad : Hutan Indonesia Jauh dari Kaidah Kelestarian

Laporan Muchlis Fadjarudin | Senin, 08 Juni 2015 | 13:37 WIB

suarasurabaya.net- Dradjad Hari Wibowo Chairman atau Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) mengatakan, setelah pensiun dari politik, kegiatannya adalah menekuni pembangunan yang berkelanjutan.

"Salah satu kegiatan saya setelah pensiun dari DPR tahun 2009 adalah kembali menekuni pembangunan berkelanjutan. Wadahnya, saya mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI), dengan fokus pada kajian dan implementasi SD. Dua komponen utama SD, yaitu keadilan intra-generasi dan keadilan antar-generasi, menjadi topik utama SDI. Isu keadilan sosial (social justice) yang sering memicu pemberontakan saya sejak remaja, masuk di dalam komponen keadilan intra-generasi. Yaitu, keadilan antar kelompok masyarakat dalam sebuah generasi." ujar Dradjad di acara Penyerahan Sertifikat Penngelolaan Hutan Lestari PEFC/IFCC kepada grup Sinarmas Forestry (SMF)/APP dan APRIL di Kempinski Hotel, Jakarta, Senin (8/6/2015).

Pada tanggal 9 September 2011, Dia mengaku melalui SDI, dia mendirikan IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) bersama beberapa temannya. IFCC bergerak di bidang Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management - SFM) dengan fokus pada sertifikasi SFM.

IFCC ini didirikan untuk mendorong penerapan SFM di Indonesia, mengingat pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian. Indonesia semakin mendapat tekanan global karena dianggap gagal mengatasi pembalakan liar (illegal logging) dan perdagangan hasil hutan ilegal (ilegal trade).

Menurut Dradjad, pelaku usaha bidang kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan pun terkena imbasnya. Mereka semakin sulit menjual produknya ke pasar dunia, kecuali mereka bisa membuktikan bahwa produknya berasal dari hutan yang dikelola mengikuti SFM.

Pembuktian tersebut diwujudkan melalui sertifikat SFM dan sertifikat lacak balak (Chain of Custody - CoC). Dengan kedua jenis sertifikat ini, pelaku usaha membuktikan kepada konsumen global bahwa dari hulu hingga hilir, produknya berasal dari hutan SFM. Karena itu, salah satu alasan pendirian IFCC adalah untuk menjawab keluhan dan kebutuhan dunia usaha, yang ekspornya terancam karena belum mempunyai sertifikat di atas.

"Sebagai contohnya, kita lihat ekspor bubur kertas dan kertas (pulp and papers). Nilai ekspornya pada tahun 2013 sekitar US$ 4,28 miliar. Tahun 2014 di atas US$ 5 milyar. Konsumen dari Amerika Utara dan Eropa Barat cenderung mensyaratkan sertifikat SFM. Mereka menyumbang 1/3 dari konsumsi dunia. Di Asia Pasifik, pasar Jepang dan Australia juga sudah lama mensyaratkan sertifikasi. Jadi, jika Indonesia tidak mempunyai sertifikat yang diakui dunia, ekspor senilai lebih dari Rp 65 triliun per tahun terancam. Dihitung kasar, tanpa sertifikasi Indonesia bisa kehilangan ekspor Rp 15-20 triliun per tahun. Dampaknya terhadap penerimaan pajak, kredit perbankan, hingga lapangan kerja akan cukup besar. Ini baru dari produk pulp and papers, belum industri hasil hutan lainnya. IFCC berdiri antara lain untuk menjawab ancaman tersebut." paparnya.

Skema sertifikasi SFM dan CoC yang terbesar di dunia saat ini adalah skema PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) yang berbasis di Jenewa, Swiss. IFCC menjadi anggota dan National-Governing Body (NGB) PEFC sejak tahun 2012.

Pada bulan November 2013, IFCC mengajukan skema sertifikasinya untuk mendapat pengakuan dari PEFC. Pada tanggal 1 Oktober 2014, IFCC memperoleh pengakuan tersebut. Di internal PEFC, skema IFCC tergolong yang tercepat mendapat pengakuan, yaitu kurang dari 1 tahun sejak diajukan. Negara-negara lain memerlukan 2-3 tahun, Malaysia bahkan hingga 6 tahun.

Seusai Kongres PAN di Bali, Dradjad memutuskan istirahat dari politik praktis, sehingga mempunyai waktu lebih untuk menggenjot kinerja IFCC. Apalagi, IFCC menargetkan minimal 1 juta hektar areal Hutan Tanaman Industri (HTI) bisa memperoleh sertifikat PEFC pada tahun 2015.

"Alhamdulillah selama 3 bulan saya istirahat politik, per 8 Juni 2015 Indonesia sudah mempunyai 7 perusahaan HTI yang berhak menerima sertifikat SFM PEFC/IFCC, yang akan diserahkan pada hari ini juga. Ketujuh perusahaan tersebut berasal dari dua grup, yaitu APRIL (5 perusahaan) dan APP (2 perusahaan), dengan total luas area 610,8 ribu hektar.

Penerbit sertifikat-nya adalah lembaga audit yang berbasis di Italia, dengan mitra lokal Indonesia, yaitu AJA Registrars Europe. Akreditasi terhadap skema IFCC ini diperoleh dari otoritas akreditasi Italia, yaitu Accredia. Melihat tren-nya, bukan tidak mungkin realisasi 2015 bisa mendekati 1,5 juta hektar." tandasnya.

Selain korporasi seperti APP dan APRIL, sebagai pemilik skema sertifikasi, IFCC juga mendorong sertifikasi SFM terhadap hutan rakyat. Beberapa proyek hutan rakyat saat ini sedang dipersiapkan untuk sertifikasi.

Sebagai penutup, lanjutnya, kredibilitas dan akseptabilitas sertifikat PEFC/IFCC berasal dari konsumen dunia, pelaku pasar dan para stakeholders, baik lokal, nasional maupun global, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Pemerintah Italia, salah satu negara anggota G7, bahkan resmi mengakreditasi skema IFCC melalui Accredia. Itu sebabnya, IFCC sebagai lembaga non-pemerintah akan konsisten menjaga independensi, kredibilitas dan akseptabilitasnya, sebagaimana sudah dicontohkan oleh ISO dan PEFC. (faz/rst)

Editor: Restu Indah

Source: http://ekonomibisnis.suarasurabaya.net/news/2015/153604-Dradjad-:-Hutan-Indonesia-Jauh-dari-Kaidah-Kelestarian-

Pertama di Indonesia, APRIL Raih Sertifikat PEFC

Senin, 08 Juni 2015 14:05 WIB

ik3

Managing Director RAPP Tony Wenas (kedua dari kanan) didampingi President of APRIL Praveen Singhavy menerima sertifikat Pengelolaan Hutan Berkelanjutan yang pertama di Indonesia dari CEO/Secretary General of PEFC Ben Gunneberg disaksikan Chairman IFCC Dradjad H Wibowo (kedua dari kanan) dan Dewi Suryati K - Direktur AJA Indonesia, Lembaga Assesor yang berpusat di Itali.

JAKARTA, GORIAU.COM- Produsen bubur kayu dan kertas APRIL grup dilaporkan telah memperoleh sertifikat yang pertama di Indonesia untuk pengelolaan hutan berkelanjutan PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification).

Hal itu diungkapkan Lembaga penyedia informasi produk kayu, RISI mengutip laman resmi PEFC dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu.

Menurut RISI hal itu berarti APRIL grup adalah yang pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat tersebut pada Desember 2014.

PEFC adalah sebuah skema sertifikasi hutan terbesar di dunia yang mana lebih dari 264 juta hektare hutan dan 15.804 perusahaan telah disertifikasi PEFC. 

Di Indonesia, PEFC meng-endorse skema sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan dan lacak balak IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation).

Namun demikian dalam pengumumannya, tidak dinyatakan luas konsesi APRIL grup yang mendapat sertifikat PEFC.

Menurut RISI, pengakuan pengelolaan hutan lestari APRIL grup oleh PEFC dilansir tak lama setelah kelompok usaha tersebut baru saja mengumumkan penguatan kebijakan pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management Policy), yang melibatkan sejumlah LSM termasuk WWF dan Greenpeace sebagai pemantau.

Kebijakan itu juga mendapat apresiasi pemerintah yang mana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melalui Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari IB Putera Parthama yang menilai, komitmen kelompok APRIL untuk menghilangkan kegiatan deforestasi dari rantai pasoknya melalui kebijakan pengelolaan hutan merupakan sisi cemerlang dari sistem pengelolaan hutan di Indonesia.

Putera berpendapat, kebijakan kelompok APRIL tersebut sejalan dengan target pemerintah untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari. "Terpenting lagi semuanya dilakukan dengan bekerja sama secara mutualistik dan bersinergi," kata Putera.rls

Dradjad Wibowo Fokus di IFCC Dorong 1 Juta HTI Peroleh Sertifikat PEFC (0)

Senin, 8 Juni 2015 14:13 WIB

+ Share

ik2

Dradjad Wibowo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Ekonom Dradjad H Wibowo mengungkap, saat ini Indonesia semakin mendapat tekanan global lantaran dianggap gagal mengatasi pembalakan liar (illegal logging) dan perdagangan hasil hutan ilegal (ilegal trade). Dikatakan, para pelaku usaha bidang kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan pun terkena imbasnya.

"Mereka semakin sulit menjual produknya ke pasar dunia, kecuali mereka bisa membuktikan bahwa produknya berasal dari hutan yang dikelola mengikuti sustainable forest management (SFM)," kata Dradjad H Wibowo pada Presentation of Inaugural PEFC/IFCC Sustainable Forest Management Certificate di Bali Room, Hotel Indonesia Kempinsky, (Senin, 8/6/2015).

Pembuktian tersebut, lanjutnya, diwujudkan melalui sertifikat SFM dan sertifikat lacak balak (Chain of Custody/CoC). Dengan kedua jenis sertifikat ini, imbunya, pelaku usaha dapat membuktikan kepada konsumen global bahwa dari hulu hingga hilir produknya berasal dari hutan SFM.

"Karena itu, salah satu alasan pendirian IFCC adalah untuk menjawab keluhan dan kebutuhan dunia usaha, yang ekspornya terancam karena belum mempunyai sertifikat," kata mantan Wakil Ketua Umum DPP PAN ini

Dradjad, yang kini menjadi Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) ini menjelaskan kembali, dirinya kembali menekuni pembangunan berkelanjutan (sustainable development/SD). Dan sebagai wadahnya, Dradjad kemudian mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI), yang memfokuskan pada kajian dan implementasi SD.

Dua komponen utama SD, yaitu keadilan intra-generasi serta keadilan antar-generasi, menjadi topik utama SDI. "Isu keadilan sosial (social justice) yang sering memicu pemberontakan saya sejak remaja, masuk di dalam komponen keadilan intra-generasi. Yaitu, keadilan antar kelompok masyarakat dalam sebuah generasi," ujarnya.

Pada 9 September 2011 lalu, melalui SDI ia mendirikan IFCC bersama beberapa koleganya. IFCC bergerak di bidang Pengelolaan Hutan Lestari (SFM) dengan fokus pada sertifikasi SFM. "IFCC didirikan untuk mendorong penerapan SFM di Indonesia.Pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian," ungkapnya.

Source: http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/06/08/dradjad-wibowo-fokus-di-ifcc-dorong-1-juta-hti-peroleh-sertifikat-pefc