PEFC Week in Bali – Thailand joins PEFC

The Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) held its annual PEFC Forest Certification Week meeting in Bali, Indonesia themed ‘Sustainable Landscapes for Sustainable Livelihoods’, which saw a very positive 21st PEFC General Assembly for members, a series of workshops and two days of Stakeholder Dialogue open to all. The good news for the future of PEFC in Asia was the unanimous adoption of three more countries, including Thailand, bringing the number of National Governing Bodies to 46. The event was co-hosted by the Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC).

Ben Gunneberg (centre) with Thai delegation after election (Source: Turnstone Singapore)


Speaking at the PEFC General Assembly, PEFC Secretary General and CEO Ben Gunneberg said “This year saw our members smash through past records for growing PEFC-certified hectares. In Australia alone, more than 16 million hectares of forest became PEFC-certified – an achievement that won the Australian Forestry Standard (AFS) the top prize for growth during our PEFC award ceremony. What is really interesting is their motivation to gain PEFC certification – to demonstrate responsible land management to society, not simply the ability to produce certified wood for the market. This shows the great flexibility and multi-faceted nature of the PEFC system to be able to deliver such outcomes.”

Sertifikasi Lestari Harus Berorientasi Global

Foto ilustrasi hutan/lahan: bumn.go.id

JAKARTA - Sertifikasi hutan lestari harus memenuhi standar global dalam hal pengelolaan lestari dan keberlanjutan, namun tetap memiliki kekhasan Indonesia. Saat ini, penyematan label lestari memberi banyak kemudahan bagi kalangan industri untuk bersaing di pasar mancanegara.

Sekretariat Nasional Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Agus Setyarso mengatakan, pemerintah menetapkan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK ) sebagai sertifikasi wajib bagi setiap produsen. Label SVLK menjadi jaminan bahwa setiap produk kayu ekspor telah sesuai dengan hukum hutan di Indonesia dan memenuhi tuntutan pasar global dalam hal kelestarian.

Sertifikasi sukarela seperti Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) yang memiliki kekhasan Indonesia juga menjadi penting karena pasar global meminta.

“Di banyak negara terutama yang sensitif dengan isu lingkungan permintaan terhadap produk berlabel IFCC yang diinisiasi Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) terus meningkat. Produk berlabel lestari yang diterbitkan penilai independen dunia kini menjadi bagian penting dari permintaan pasar,” kata Agus di Jakarta, Kamis (24/11).

Sertifikasi Lestari Harus Berorientasi Global

ilustrasi

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta - Sertifikasi hutan lestari harus memenuhi standar global dalam hal pengelolaan lestari dan keberlanjutan, namun tetap memiliki kekhasan Indonesia. Saat ini, penyematan label lestari memberi banyak kemudahan bagi kalangan industri untuk bersaing di pasar mancanegara.

Sekretariat Nasional Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Agus Setyarso mengatakan, pemerintah menetapkan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK ) sebagai sertifikasi wajib   bagi setiap produsen. Label SVLK menjadi jaminan bahwa setiap produk kayu ekspor telah sesuai dengan hukum hutan di Indonesia  dan memenuhi tuntutan pasar global dalam hal kelestarian.  

Sertifikasi sukarela seperti Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) yang memiliki kekhasan Indonesia juga menjadi penting karena pasar global meminta.

“Di banyak negara terutama yang sensitif dengan isu lingkungan permintaan terhadap produk  berlabel IFCC yang diinisiasi Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) terus meningkat. Produk berlabel lestari yang diterbitkan penilai independen  dunia kini menjadi bagian penting dari permintaan pasar,” kata Agus di Jakarta, Kamis (24/11/2016).

Sertifikasi Hutan Lestari Harus Berorientasi Global

Foto: www.jabarmerdeka.co

 

@Rayapos | Jakarta: Sertifikasi hutan lestari harus memenuhi standar global dalam hal pengelolaan lestari dan keberlanjutan, namun demikian harus tetap memiliki kekhasan Indonesia, kata Sekretariat Nasional Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Agus Setyarso.

“Pemerintah menetapkan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK ) sebagai sertifikasi wajib bagi setiap produsen,” kata dia di Jakarta Kamis (24/11).

Label SVLK menjadi jaminan bahwa setiap produk kayu ekspor telah sesuai dengan hukum hutan di Indonesia dan memenuhi tuntutan pasar global dalam hal kelestarian.

Sertifikasi sukarela seperti Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) yang memiliki kekhasan Indonesia juga menjadi penting karena pasar global meminta.

Sertifikasi Bakal Perkuat SVLK di Pasar Global

Jakarta – Sertifikasi Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) yang meliputi sertifikasi hutan lestari dapat mendorong permintaan pasar global terhadap produk hasil hutan dan turunannya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo di Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara, mengatakan, kehadiran skema IFCC/PEFC memberikan pilihan yg lebih luas bagi pemegang HTI (Hutan Tanaman Industri) untuk mendapat sertifikat voluntary selain skema FSC.

“Karena skema IFCC/PEFC voluntary, dan lacak balak di industri kehutanan dapat memperkuat dan mengisi peran Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Dan perluasan penerapannya di Indonesia sangat tergantung pada kebutuhan masing-masing pemegang izin HTI. Bagi industri yang berorientasi ekspor, skema ini perlu didorong penerapannya,” kata mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu.

Menurut dia, HTI akan menjadi tumpuan masa depan kehutanan, seiring dengan turunnya kemampuan pasokan hutan alam, oleh karena itu langkah utama APHI adalah mendorong implementasi roadmap pembangunan hutan produksi di lintas Kementrian dan lembaga.