Tiga Usulan Ketum IFCC tentang Pencegahan dan Penanggulangan Karhutla

"Dalam beberapa rapat dengan dirjen-dirjen terkait seusai karhutla 2015, saya sampaikan sistem pencegahan dan penanggulangan karhutla kita masih jauh dari efektif.

Kalau kelihatannya karhutla teratasi, itu karena curah hujan sedang tinggi. Saya tekankan, nanti jika kekeringan memburuk, saya yakin Indonesia akan terkena bencana asap lagi. Sekarang hal ini terbukti, padahal El Nino 2019 tidak separah 2015.

Kenapa tidak efektif? Sejak karhutla 2015, yang menjadi kebijakan andalan adalah menghukum perusahaan yang dituduh sebagai pelaku karhutla. Itu dianggap sebagai bukti pemerintah sudah tegas dan bekerja.

Tindakan hukum jelas sangat penting. Tapi saya melihat langkah hukum lebih kental publisitasnya dari pada efektifitasnya. Apalagi jika yang ditindak adalah dari grup besar. Publisitasnya heboh sekali.

Namun, jika karhutla sudah terjadi, tindakan hukum tidak membuat api padam. Justru ketersediaan air yang lebih krusial.

Itu hal mendasar yang terbaikan. Tidak sedikit kasus di mana aparat sudah siap, tapi air tidak ada. Kalaupun ada, lokasinya jauh dan jumlahnya sedikit.

Jadi, pertama yang harus dilakukan adalah membangun sebanyak mungkin tempat penyimpanan air di daerah rawan kebakaran. Ketika curah hujan tinggi, air menjadi rahmat Allah yang kita buang percuma. Seharusnya, air kita tampung untuk dipakai saat kekeringan. Ini rumus sederhana dari Nabi Yusuf as.

Kedua, personel, peralatan dan anggaran harus cukup, baik jumlah maupun jenisnya. Bagaimana bisa memadamkan api kalau pesawat pengebom air sangat terbatas? Bahkan tidak jarang negara “mengemis” agar perusahaan yang menyewa. AS dan Australia yang punya banyak pesawat saja kewalahan menghadapi karhutla. Apalagi Indonesia dengan sumber daya minim? Saya berharap dalam APBN 2020 anggaran karhutla ini dibuat cukup.

Ketiga, perlu ada pengendalian pembakaran lahan. Membakar adalah teknis persiapan lahan yang paling gampang, murah dan efektif. Itu ilmu pertanian sejak jaman dulu. Menggunakan alat berat jelas mahal.

Karena sulit mencegahnya, mungkin kita perlu mengaturnya melalui rotasi pembakaran per satu wilayah ekologis. Jangan per kabupaten. Tapi wilayah ekologis yang menjadi basisnya. Saya tidak tahu apakah ini akan berhasil. Tapi hemat saya, layak dicoba."

 

Tulisan ini dimuat sebagai berita Republika online dengan link berikut: https://m.republika.co.id/berita/pyay06318/ini-kritik-pencegahan-dan-penanggulangan-karhutla