Pensiun Politik, Mantan Elit PAN Kini Sibuk Urusi Hutan

Dradjad Wibowo istirahat dari politik usai Kongres PAN di Bali.

Senin, 8 Juni 2015 | 23:00 WIB

Oleh : Amal Nur Ngazis, Agus Rahmat

Juni 11

Dradjad H Wibowo (kiri) (ANTARA)

VIVA.co.id - Nama Dradjad H Wibowo belakangan tak terdengar lagi di panggung politik Indonesia. Padahal, ia sempat menduduki posisi strategis di Partai Amanat Nasional sebagai Wakil Ketua Umum DPP. Saat itu, Hatta Radjasa adalah Ketua Umumnya.

Pada Pilpres 2014, Dradjad juga terlibat aktif adalam tim kampanye Prabowo-Hatta. Cetak biru perekonomian nasional untuk kandidat ini, dipercayakan disusun oleh Dradjad.

Walau Prabowo-Hatta kalah dari pasangan Jokowi-JK, Dradjad masih berkecimpung di dunia politik. Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga aktif mendorong lagi Hatta untuk memimpin PAN pada periode kedua.

Tapi sayang, Hatta dikandaskan pesaingnya, Zulkifli Hasan (Ketua MPR), pada Kongres PAN di Bali awal 2015 ini. Pasca itu, Dradjad memproklamirkan dirinya untuk mundur dari pentas politik.

"Salah satu kegiatan saya setelah pensiun dari DPR tahun 2009 adalah kembali menekuni pembangunan berkelanjutan (sustainable development/SD). Sebagai wadahnya, saya mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI), dengan fokus pada kajian dan implementasi SD," kata Dradjad, Jakarta, Senin 8 Juni 2015.

Dua komponen utama SD, jelas dia, keadilan intragenerasi dan keadilan antargenerasi, menjadi topik utama SDI.

"Isu keadilan sosial(social justice) yang sering memicu pemberontakan saya sejak remaja, masuk di dalam komponen keadilan intragenerasi. Yaitu, keadilan antarkelompok masyarakat dalam sebuah generasi," katanya.

Pada 9 September 2011, melalui SDI ini Dradjad mendirikan IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) dengan rekan-rekannya. IFCC bergerak di bidang Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management/SFM) dengan fokus pada sertifikasi SFM.

Alasan organisasi itu dibentuk, kata dia, karena pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian. Indonesia, lanjutnya, semakin mendapat tekanan global karena dianggap gagal mengatasi pembalakan liar(illegal logging) dan perdagangan hasil hutan ilegal (ilegal trade).

"Pelaku usaha bidang kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan pun terkena imbasnya. Mereka semakin sulit menjual produknya ke pasar dunia, kecuali mereka bisa membuktikan bahwa produknya berasal dari hutan yang dikelola mengikuti SFM," jelasnya.

Pembuktian tersebut diwujudkan melalui sertifikat SFM dan sertifikat lacak balak (Chain of Custody - CoC).

Dia mengambil contoh ekspor bubur kertas dan kertas(pulp and papers). Nilai ekspornya pada 2013 sekitar US$4,28 milyar, kemudian pada 2014 di atas US$5 milyar.

Sementara, konsumen dari Amerika Utara dan Eropa Barat cenderung mensyaratkan sertifikat SFM. Mereka menyumbang sepertiga dari konsumsi dunia. Di Asia Pasifik, pasar Jepang dan Australia juga sudah lama mensyaratkan sertifikasi.

"Jadi, jika Indonesia tidak mempunyai sertifikat yang diakui dunia, ekspor senilai lebih dari Rp65 triliun per tahun terancam. Dihitung kasar, tanpa sertifikasi Indonesia bisa kehilangan ekspor Rp15-20 triliun per tahun," katanya.

Lebih banyak waktu

Dia mengaku, pada November 2013, IFCC mengajukan skema sertifikasinya untuk mendapat pengakuan dari PEFC. Pada 1 Oktober 2014, IFCC memperoleh pengakuan tersebut.

Di internal PEFC, skema IFCC tergolong yang tercepat mendapat pengakuan, yaitu kurang dari 1 tahun sejak diajukan. Negara-negara lain memerlukan dua hingga tahun, Malaysia bahkan hingga 6 tahun.

"Seusai Kongres PAN di Bali, saya istirahat dari politik praktis, sehingga mempunyai waktu lebih untuk menggenjot kinerja IFCC. Apalagi, IFCC menargetkan minimal 1 juta hektar areal Hutan Tanaman Industri (HTI) bisa memperoleh sertifikat PEFC pada tahun 2015," katanya.

Setelah pensiun dari PAN, dia mengaku bisa berbuat banyak dengan aktivitas barunya itu.

"Alhamdulillah selama tiga bulan saya istirahat politik, per 8 Juni 2015 Indonesia sudah mempunyai tujuh perusahaan HTI yang berhak menerima sertifikat SFM PEFC/IFCC," katanya.

Sertifikat itu sudah diserahkan. Ketujuh perusahaan tersebut berasal dari dua grup, yaitu APRIL (lima perusahaan) dan APP (dua perusahaan), dengan total luas area 610,8 ribu hektar.

"Penerbit sertifikat-nya adalah lembaga audit yang berbasis di Italia, dengan mitra lokal Indonesia, yaitu AJA Registrars Europe. Akreditasi terhadap skema IFCC ini diperoleh dari otoritas akreditasi Italia, yaitu Accredia. Melihat tren-nya, bukan tidak mungkin realisasi 2015 bisa mendekati 1,5 juta hektar," jelas dia.

Source: http://politik.news.viva.co.id/news/read/635539-pensiun-politik--mantan-elit-pan-kini-sibuk-urusi-hutan