Industri Non-Migas Terdepan, Perlu Sertifikasi Produk

Kamis, 8 Mei 2014

Industri hasil hutan merupakan salah satu industri non-migas terdepan di Indonesia, yang diproyeksikan akan menempati posisi strategis di pasar dunia. Namun, ada beberapa kendala yang sejauh ini menyebabkan terhambatnya perkembangan produk hasil hutan Indonesia di pasar internasional.
"Banyak negara-negara maju saat ini menerapkan peraturan ketat terhadap impor hasil hutan," kata Sarah Price, Kepala Proyek dan Pengembangan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) di Jakarta, Rabu (7/5). Dia mengatakan beberapa peraturan yang utama adalah Lacey Act di Amerika Serikat, European Union Timber Regulation di Uni Eropa, dan Illegal Logging Prohibition Bill di Australia. Semua peraturan ini mengharuskan para pelaku pasar untuk mengambil langkah tambahan untuk mengkonfirmasi status legalitas dari sumber produk-produk hutan yang memasuki pasar mereka.
Disinilah peran sertifikasi dalam membuat proses ini menjadi lebih mudah. Produk yang memiliki logo dari sistem sertifikasi yang ternama di dunia, seperti Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), menandakan bahwa produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. Adanya logo ini pada produk juga menandakan adanya informasi rantai pasokan yang telah diaudit, dimana pembeli dapat mengetahui asal produk, dan menghilangkan adanya resiko ketidaksahan produk tersebut. “Memperluas penerapan sertifikasi hutan di Indonesia mempunyai peran signifikan dalam meningkatkan pasar internasional untuk produk hutan Indonesia,” kata Sarah.

Menurutnya, konsumen pada pasar-pasar utama pada dasarnya berharap bahwa produk yang mereka beli memiliki kredential berkelanjutan (sustainability credential). Dalam hal produk berbasis hutan, artinya produk tersebut telah disertifikasi oleh sistem yang diakui secara internasional seperti PEFC.
Pengakuan ini, yang akan memungkinkan perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mensertifikasi praktek pengelolaan hutan mereka berdasarkan sistem yang diakui PEFC, akan disahkan akhir tahun ini. “Perkumpulan Kerjasama Sertifikasi Kehutanan Indonesia/Indonesia Forestry Certification Cooperative (IFCC) telah menyerahkan sistem sertifikasi hutan mereka untuk dinilai oleh PEFC, pada November 2013 yang lalu. Proses penilaian hingga kini berjalan dengan baik, dan diharapkan pada bulan Agustus 2014 sudah ada hasilnya," jelasnya.
?
PEFC adalah sistem sertifikasi hutan terbesar di dunia. PEFC membentuk sebuah aliansi sistem sertifikasi hutan nasional berbagai negara, yang semuanya memenuhi persyaratan global dalam Acuan Keberlanjutan PEFC (PEFC’s Sustainability Benchmark Requirements). Pendekatan PEFC yang bersifat nasional terhadap sertifikasi hutan memastikan bahwa para pemangku kepentingan bekerja sama di tingkat nasional, untuk mengembangkan standar pengelolaan hutan yang mencerminkan peraturan perundang-undangan mereka, ekologi, harapan masyarakat dan praktek terbaik dari negara tersebut. (vit)

http://www.indopos.co.id/2014/05/industri-non-migas-terdepan-perlu-sertifikasi-produk.html