PPKM DILANJUT, DRADJAD: SIAPKAN PAKET BAGI PEKERJA TERDAMPAK

Ekonom Indef, Dradjad Wibowo meminta pemerintah menyiapkan paket ekonomi untuk warga terdampak PPKM Darurat, terutama pekerja informal. (foto ilustrasi)

Opsi perpanjangan masa PPKM Darurat dinilai sebagai hal yang takterelakan. Namun pemerintah diminta untuk memperhatikan nasib warga yang terdampak, terutama pekerja sektor nonformal, dan berpenghasilan tidak tetap.

Ekonom Indef Dradjad Wibowo mengatakan jika dilihat dari perkembangan kasus, hospitalisasi, tingkat kematian, dan elastisitas produksi kesehatan, secara objektif perpanjangan PPKM Darurat merupakan hal yang tak terelakan. "Bahkan sudah menjadi prasyarat. Kalau tidak maka jumlah kasus akan meledak, sistem pelayanan kesehatan bisa colaps,” kata Dradjad kepada Republika.co.id, Kamis (14/7).

Dradjad khawatir jika kondisi pandemi semakin parah, yang akan menyebabkan terjadinya tragedi kesehatan dan kemanusiaan.

Jika PPKM Darurat diperpanjang, Dradjad meminta negara memberikan bantuan ekonomi kepada kelompok masyarakat, yang ekonominya terpukul paling berat oleh PPKM. Misalnya, berdasar data BPS per Agustus 2020, minimal ada 78 juta penduduk yang bekerja di sektor informal atau sektor lain, dengan penghasilan tidak tetap.

“Penghasilannya adalah penghasilan harian,” kata Ketua Dewan Pakar PAN ini. Kelompok masyarakat ini, lanjut Dradjad, penghasilannya akan anjlok drastis atau bahkan hilang jika ada PPKM Darurat.

Dradjad menyadari keuangan negara sangat terbatas sehingg tidak mungkin menanggung mereka semua, tapi setidaknya negara bisa membuat paket ekonomi khusus bagi mereka yang kehilangan penghasilan harian ini. "Silakan tim ekonomi pemerintah untuk mendesainnya,” ungkap Dradjad.

Pertanyaannya uangnya dari mana?. Dradjad mengatakan mau tidak mau Kementerian Keuangan harus lebih kreatif menggali sumber-sumber dana, yang masih ada sekalipun sedang pandemi. “Apakah benar masih ada? Saya tegaskan ada. Karena waktu itu saya terlibat sendiri dalam salah satu lembaga negara. Bagaimana rincinya, tidak mungkin saya sampaikan secara publik. Tapi ada dan insya Allah tidak merugikan pelaku usaha,” kata ekonom senior tersebut.

Hal lain yang harus diperhatikan, menurut Dradjad adalah pemerintah harus memastikan PPKM Darurat akan efektif, tidak nanggung. Jangan sampai masyarakat sudah terlalu lama di PPKM Daruratkan tapi kasusnya tidak turun.

Dradjad menyarankan agar tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah daerah memiliki sikap yang sama terhadap PPKM Darurat. Jangan sampai daerah justru mendorong terjadinya kerumunan." Entah dengan alasan Idul Adha atau kegiatan masyarakat lainnya. Jadi komunikasi persuasi dengan berbagai kalangan sangat krusial,” paparnya.

Source: https://republika.co.id/amp/qw9htx318

WAHAI MENKES, INI ADA SARAN DARI EKS PETINGGI BIN SOAL VAKSINASI BERBAYAR

Wahai Menkes, Ini Ada Saran dari Eks Petinggi BIN soal Vaksinasi Berbayar - JPNN.com

Ekonom Dradjad H Wibowo mendorong pemerintah dan BUMN farmasi melanjutkan program vaksinasi berbayar.

Menurutnya, Indonesia sangat membutuhkan program vaksin mandiri yang dikenal dengan istilah Vaksinasi Gotong Royong itu.

“Bagi saya vaksin berbayar itu sangat bagus. Saya bukan hanya mendukung, bahkan pernah mengusulkan hal itu dengan istilah ‘vaksinasi bisnis’ dalam tulisan di sebuah media online 29 Desember 2020,” ujar Dradjad melalui layanan pesan, Selasa (13/7).

Mantan kepala Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) di Badan Intelijen Negara (BIN) itu menyodorkan sejumlah argumen tentang pentingnya vaksinasi berbayar. Dradjad menyebut program itu akan mempercepat upaya mencapai kekebalan komunal (herd immunity).

“Alasannya sederhana, kita perlu menaikkan cakupan vaksinasi sebesar dan secepat mungkin agar herd immunity segera tercapai agar rakyat bisa beraktivitas normal sesegera mungkin,” katanya.

Dradjad mencontohkan Amerika Serikat dan Inggris yang getol melakukan vaksinasi. Aktivitas di kedua negara Barat itu pun relatif pulih.

“Lihat saja di Inggris, orang sudah bisa menonton sepak bola di Wembley,” katanya.

Alasan lain tentang pentingnya vaksinasi mandiri ialah keterbatasan kemampuan fiskal negara. Menurut Dradjad, negara menanggung biaya vaksinasi bagi rakyat yang kurang mampu saja.

“Bagi rakyat yang mampu sebaiknya dibuka kesempatan membeli vaksin sendiri. Toh ini untuk kesehatan dan keselamatan mereka juga,” ujarnya.

Dia meyakini jika cakupan vaksinasi sudah tinggi, bisnis dan kepercayaan konsumen akan pulih secara perlahan. “Konsumsi rumah tangga dan investasi akan mulai pulih juga sehingga Indonesia bisa kembali ke zona pertumbuhan positif,” ulas Dradjad.

Oleh karena itu, ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menyarankan agar Kimia Farma dan BUMN farmasi lainnya terus melaksanakan vaksinasi berbayar.

“Menkes dan menteri terkait lainnya tinggal menjelaskan hal ini dengan baik kepada publik. Syaratnya, vaksinnya bukan dari berasal dari hibah bilateral karena tidak etis,” tutur Dradjad.(ast/jpnn)

Source: https://m.jpnn.com/amp/news/wahai-menkes-ini-ada-saran-dari-eks-petinggi-bin-soal-vaksinasi-berbayar

KIMIA FARMA DIDORONG TIDAK RAGU SEDIAKAN VAKSINASI BERBAYAR

Ilustrasi vaksinasi Covid-19.

Ekonom Dradjad H Wibowo mendorong Kimia Farma tidak usah ragu untuk menyediakan vaksinasi gotong royong dan mandiri yang berbayar untuk masyarakat umum. Langkah ini penting demi memastikan kenaikan cakupan penggunaan vaksin di masyarakat, sehingga tercapai herd immunity atau kekebalan komunal.

“Bagi saya vaksin berbayar itu sangat bagus. Apakah perusahaan yang membayar, dikenal dengan vaksin gotong royong, atau individu yang membayar, dikenal sebagai vaksin mandiri, keduanya sangat kita butuhkan,” kata Dradjad, Selasa (13/7/2021).

Drajad mengatakan pelebaran distribusi vaksin harus dilakukan, walau secara komersial. Asal yang dikomersialkan itu vaksin yang berasal dari hibah bilateral. Vaksin berbayar ini bisa dilakukan dengan vaksin komersial seperti buatan Pfizer dan atau Moderna.

“Alasannya sederhana. Kita perlu menaikkan cakupan vaksinasi sebesar dan secepat mungkin agar herd immunity segera tercapai. Tujuannya agar rakyat bisa beraktivitas normal sesegera mungkin. Lihat saja AS dan Inggris yang cakupan vaksinasi Covid-19 nya sudah tinggi. Aktivitas di sana relatif pulih. Orang bisa nonton bola di Wembley,” ujar Drajad.

Selain itu, Dradjad mengatakan kondisi ini mau tak harus diterima. Pasalnya, kemampuan fiskal negara relatif terbatas.

“Bagi rakyat yang mampu sebaiknya dibuka kesempatan membeli vaksin sendiri. Toh ini untuk kesehatan dan keselamatan mereka juga. Negara membayari rakyat yang kurang mampu,” ucap Drajad.

Dengan tingginya cakupan vaksinasi, Drajad menilai kepercayaan konsumen dan bisnis akan pelan-pelan pulih. Harapannya, konsumsi rumah tangga dan investasi akan mulai pulih juga sehingga Indonesia bisa kembali ke zona pertumbuhan positif.

“Jadi saran saya, Kimia Farma dan BUMN Farmasi yang lain maju terus saja dengan vaksinasi berbayar. Menkes dan menteri terkait lainnya tinggal menjelaskan hal ini dengan baik kepada publik,” demikian Drajad.

Source: https://www.beritasatu.com/amp/kesehatan/799995/kimia-farma-didorong-tidak-ragu-sediakan-vaksinasi-berbayar

 

VAKSIN BERBAYAR, DRADJAD: BIAR YANG MAMPU MEMBAYAR SENDIRI

Dradjad Wibowo setuju dengan adanya vaksinasi covid berbayar. Biar negara membayari yang tak mampu, an yang mampu bisa membayar sendiri. (foto ilustrasi)

Ekonom Indef, Dradjad Wibowo, yang saat ini aktif melakukan kajian COvid-19 dari aspek ekonomi, menilai adanya vaksin gotong royong yang berbayar, adalah hal yang sangat bagus. Masyarakat yang mampu biar membayar sendiri, dan negara membayari masyarakat yang tidak mampu

"Bagi saya vaksin berbayar itu sangat bagus. Apakah perusahaan yang membayar, dikenal dengan vaksin gotong royong, atau individu yang membayar, dikenal sebagai vaksin mandiri, keduanya sangat kita butuhkan,” kata Dradjad, kepada Republika, Senin (12/7).

Dradjad mengatakan bukan hanya mendukung, malah malah pernah mengusulkan hal itu dilakukan. “Waktu itu saya menyebutnya dengan istilah 'vaksinasi bisnis' dalam tulisan di sebuah media online tanggal 29 Desember 2020,” kata Dradjad.

Syaratnya, lanjut Dradjad, vaksinnya bukan dari berasal dari hibah bilateral ataupun COVAC karena tidak etis. Waktu itu Dradjad mengusulkan vaksin Pfizer dan Moderna.

Mengenai dukungannya terhadap keberadaan vaksin berbayar, Dradjad mengatakan perlunya menaikkan cakupan vaksinasi sebesar dan secepat mungkin agar herd immunity segera tercapai. Tujuannya agar rakyat bisa beraktifitas normal sesegera mungkin.

"Lihat saja AS dan Inggris yang cakupan vaksinasi Covid-19 nya sudah tinggi. Aktifitas di sana relatif pulih. Orang bisa nonton bola di Wembley,” papar Ketua Dewan Pakar PAN ini.

Karena kemampuan fiskal negara relatif terbatas, menurut Dradjad, bagi rakyat yang mampu sebaiknya dibuka kesempatan membeli vaksin sendiri. "Toh ini untuk kesehatan dan keselamatan mereka juga. Negara membayari rakyat yang kurang mampu,” ungkap dia.

Dengan tingginya cakupan vaksinasi, Dradjad yakin kepercayaan konsumen dan bisnis akan pelan-pelan pulih. Harapannya, konsumsi rumah tangga dan investasi akan mulai pulih juga, sehingga Indonesia bisa kembali ke zona pertumbuhan positif.

"Jadi saran saya, Kimia Farma dan BUMN Farmasi yang lain maju terus saja dengan vaksinasi berbayar. Menkes dan menteri terkait lainnya tinggal menjelaskan hal ini dengan baik kepada publik,” kata Dradjad menyarankan.

Source: https://www.republika.co.id/berita/qw4emo318/vaksin-berbayar-dradjad-biar-yang-mampu-membayar-sendiri

VAKSIN COVID-19 BERBAYAR TUAI PRO-KONTRA DARI EKONOM

Vaksinasi Gotong Royong Individu Berbayar Kimia Farma

Munculnya pilihan vaksin COVID-19 berbayar menuai pro-kontra. Program vaksinasi gotong royong individu ini disebut demi mempercepat herd immunity.

Meski Kementerian Kesehatan RI menjamin ketersediaan stok vaksin COVID-19 gratis dari pemerintah, namun tak sedikit yang akhirnya mendesak pembatalan vaksin COVID-19 berbayar Kimia Farma.

Salah satunya muncul dari pakar Ekonomi. Director Political Economy & Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menilai, adanya vaksin berbayar membuat penguasa dan pengusaha kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Menurutnya, kebijakan tersebut akan menguntungkan segelintir pihak saja.

"Sebaiknya jangan ada dualisme dalam pendistribusian vaksin ini, sebaiknya semua ditanggung oleh pemerintah agar program vaksin bisa merata ke setiap orang. Sudah tidak ada kepercayaan publik kepada penguasa dan pengusaha, kalau vaksin ini dibiarkan dijual di Kimia Farma," kata Anthony saat dihubungi detikcom, Senin (12/7/2021).

Dia mempertanyakan, kesanggupan pemerintah dalam menyediakan vaksin gratis jika vaksin mandiri bergulir. Jika tidak ada jaminan dari pemerintah, lanjutnya, maka bisa saja pemerintah berdalih sudah tidak ada vaksin sehingga membuat masyarakat harus membeli di Kimia Farma.

"Kalau tidak ada jaminan tersebut, maka bisa saja pemerintah bilang sudah tidak ada vaksin, sehingga rakyat harus membeli di Kimia Farma," tuturnya.

"Dan saya rasa ini yang akan terjadi. Manipulasi keberadaan dan ketersediaan vaksin pemerintah, agar pemerintah dapat menghindari pengeluaran dan pengusaha dapat untung besar. Sangat bahaya. Ya memang tujuannya untuk menguntungkan segelintir pihak saja," kata Anthony menambahkan.

Di sisi lain,Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo menilai, antara vaksin gotong royong dari pengusaha dan vaksin mandiri berbayar sangat dibutuhkan. Menurutnya, mempercepat vaksinasi sekaligus mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi nasional.

"Saya bukan hanya mendukung. Saya malah pernah mengusulkan hal ini dengan istilah 'vaksinasi bisnis' pada 29 Desember lalu. Syaratnya, vaksinnya bukan dari berasal dari hibah bilateral ataupun COVAC karena tidak etis," kata Dradjad.

Lebih lanjut, alasan 'vaksinasi bisnis' yang ia maksud agar herd immunity segera tercapai dan masyarakat dapat beraktivitas normal sesegera mungkin. Dia pun mencontohkan warga negara di Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki cakupan vaksinasi tinggi hingga bisa menonton pertandingan olahraga dengan bebas.

"Karena kemampuan fiskal negara relatif terbatas, bagi rakyat yang mampu sebaiknya dibuka kesempatan membeli vaksin sendiri. Toh ini untuk kesehatan dan keselamatan mereka juga. Negara membayari rakyat yang kurang mampu," jelasnya.

Dia menuturkan, cakupan vaksinasi yang tinggi justru dinilainya mampu memulihkan kepercayaan konsumen dan bisnis. Harapannya, kata dia, konsumsi rumah tangga dan investasi akan mulai pulih sehingga RI bisa kembali ke zona pertumbuhan positif.

"Jadi saran saya, Kimia Farma dan BUMN Farmasi yang lain maju terus saja dengan vaksinasi berbayar. Menkes dan menteri terkait lainnya tinggal menjelaskan hal ini dengan baik kepada publik," pungkasnya.

Source: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5640509/vaksin-covid-19-berbayar-tuai-pro-kontra-dari-ekonom/amp