Hutan tak Disertifikasi, Nilai Ekspor Rp 65 Triliun Terancam Hilang

8 Juni, 2015 - 17:31

Juni 9

AMALIYA/PRLM

KETUA Umum Indonesia Forestry Certification Cooperation (IFCC), Dradjad H. Wibowo, saat jumpa pers penyerahan sertifikat PEFC/‎IFCC di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2015).

JAKARTA, (PRLM).-‎Indonesia terancam kehilangan nilai ekspor sampai Rp 65 triliun per tahun karena tidak tersertifikasinya hutan sebagai syarat ekspor yang ditetapkan sejumlah negara. Angka ekspor yang dipastikan hilang yakni Rp 15 triliun - 20 triliun per tahun.

"Pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian. Indonesia semakin mendapat tekanan global karena dianggap gagal mengatasi pembalakan liar dan perdagangan hasil hutan ilegal," ujar Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Dradjad H. Wibowo, dalam penyerahan sertifikat PEFC/IFCC di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2015).

Ko‎ndisi tersebut berimbas kepada pelaku usaha di bidang kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan. Mereka kesulitan menjual produknya ke pasar dunia kecuali bisa membuktikan produknya berasal dari hutan yang dikelola melalui sustainable forest management (SFM/pengelolaan hutan lestari).

Ekspor bubur kertas dan kertas (pulp and papers) misalnya, nilai ekspornya pada 2013 yakni 4,28 miliar dolar Amerika. Pada 2014 nilai ekspornya naik menjadi lebih dari 5 miliar dolar Amerika.

Rehat dari Hiruk Pikuk Politik, Drajad Wibowo Fokus di Kehutanan

Juni 10

JAKARTA, SOROTnews.com: Selesai menjabat Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad H Wibowo kini mengalihkan perhatianya pada dunia kehutanan. Bagi politisi yang pensiun dari DPR sejak 2009 ini, hutan bukanlah wilayah yang asing baginya.

"Ya, sekarang istirahat dulu dari politik, dan kebetulan saya saat di percaya sebagai ketua umum IFCC yang sudah ada sejak 2011. Kerjanya ya bareng-bareng membenahi pelestarian hutan Indonesia," ujarnya kepada wartawan di Hotel Indonesia, Senin (8/6/2015).

Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) merupakan bidang Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management – SFM) dengan fokus pada sertifikasi SFM.

"Jadi seusai Kongres PAN di Bali, saya istirahat dari politik praktis, sehingga mempunyai waktu lebih untuk menggenjot kinerja IFCC. Apalagi, IFCC menargetkan minimal 1 juta hektar areal Hutan Tanaman Industri (HTI) bisa memperoleh sertifikat PEFC pada tahun 2015," tambahnya.

Pensiun Politik, Mantan Elit PAN Kini Sibuk Urusi Hutan

Dradjad Wibowo istirahat dari politik usai Kongres PAN di Bali.

Senin, 8 Juni 2015 | 23:00 WIB

Oleh : Amal Nur Ngazis, Agus Rahmat

Juni 11

Dradjad H Wibowo (kiri) (ANTARA)

VIVA.co.id - Nama Dradjad H Wibowo belakangan tak terdengar lagi di panggung politik Indonesia. Padahal, ia sempat menduduki posisi strategis di Partai Amanat Nasional sebagai Wakil Ketua Umum DPP. Saat itu, Hatta Radjasa adalah Ketua Umumnya.

Pada Pilpres 2014, Dradjad juga terlibat aktif adalam tim kampanye Prabowo-Hatta. Cetak biru perekonomian nasional untuk kandidat ini, dipercayakan disusun oleh Dradjad.

Walau Prabowo-Hatta kalah dari pasangan Jokowi-JK, Dradjad masih berkecimpung di dunia politik. Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga aktif mendorong lagi Hatta untuk memimpin PAN pada periode kedua.

Tapi sayang, Hatta dikandaskan pesaingnya, Zulkifli Hasan (Ketua MPR), pada Kongres PAN di Bali awal 2015 ini. Pasca itu, Dradjad memproklamirkan dirinya untuk mundur dari pentas politik.

Pensiun dari Politik, Dradjad Beralih Mengurus Sertifikasi Hutan Tanaman Industri

Penulis: Jay Waluyo - Editor: Jurnal Parlemen

Senin, 8 Juni 2015 10:40:16

Juni 12

Setelah pensiun dari DPR tahun 2009, politisi PAN Dradjad Hari Wibowo kembali menekuni pembangunan berkelanjutan. Sebagai wadahnya, ia mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI).

Jakarta - Setelah pensiun dari DPR tahun 2009, politisi PAN Dradjad Hari Wibowo kembali menekuni pembangunan berkelanjutan. Sebagai wadahnya, ia mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI), dengan fokus pada kajian dan implementasi sustainable development (SD).

Dua komponen utama SD, yaitu keadilan intra-generasi dan keadilan antar-generasi, menjadi topik utama SDI. Isu keadilan sosial (social justice) yang sering memicu pemberontakan saat ia sejak remaja, masuk di dalam komponen keadilan intra-generasi. Yaitu, keadilan antar kelompok masyarakat dalam sebuah generasi.

"Pada tanggal 9 September 2011, saya melalui SDI mendirikan IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) bersama beberapa teman. IFCC bergerak di bidang Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management - SFM) dengan fokus pada sertifikasi SFM," ujar Ketua Umum IFCC Dradjad Wibowo di sela-sela penyerahan sertifikat pengelolaan hutan lestari PEFC/IFCC kepada groups Sinarnas Forestry (SMF)/ APP dan APRL, diKempiski Hotel Indonesia, Senin (8/6).

Keberlanjutan Pembangunan Harus Berkeadilan dan Menjaga Lingkungan

Senin, 08 Juni 2015 , 22:00:00

JAKARTA -Mantan Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang kini memimpin Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFFC) menyatakan bahwa pembangunan yang dilakukan harus berkelanjutan dengan tetap menjamin keadilan dan menjaga lingkungan. Melalui Sustainable Development Indonesia (SDI) yang fokus pada kahian dan implementasi pembangunan berkelanjutan, Dradjad menyodorkan dua topik yang harus mendapat perhatian serius.

“Dua komponen utama pembangunan berkelanjutan adalah keadilan intra-generasi dan keadilan antar-generasi. Ini menjadi topik utama SDI,” kata Dradjad dalam acara inagurasi dan presentasiSustainable Forest Management Certificatedi Jakarta, Senin (8/6).

Dradjad menuturkan, IFFC yang didirikan pada 9 September 2011 memfokuskan diri pada pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management/SFM). Menurutnya, Indonesia semakin mendapat tekanan global karena dianggap gagal mengatasi pembalakan liar (illegal logging) dan perdagangan hasil hutan ilegal (ilegal trade).

Juni 13

Chairman Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFFC) Dradjad H Wibowo

“IFCC ini didirikan untuk mendorong penerapan SFM di Indonesia, mengingat pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian. Pelaku usaha bidang kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan pun terkena imbasnya. Mereka semakin sulit menjual produknya ke pasar dunia, kecuali mereka bisa membuktikan bahwa produknya berasal dari hutan yang dikelola mengikuti SFM,” papar bekas anggota DPR yang juga dikenal sebagai ekonom itu.

Karenanya Dradjad mengingatkan pentingnya sertifikasi SFM dan sertifikat lacak balak (chain of custody/CoC). Dengan kedua jenis sertifikat ini, lanjutnya, pelaku usaha bisa membuktikan kepada konsumen global bahwa dari hulu hingga hilir, produknya berasal dari hutan yang dikelola dengan mementingkan kelestarian.

“Karena itu, salah satu alasan pendirian IFCC adalah untuk menjawab keluhan dan kebutuhan dunia usaha, yang ekspornya terancam karena belum mempunyai sertifikat di atas,” tuturnya.

Source:

http://www.jpnn.com/read/2015/06/08/308505/Keberlanjutan-Pembangunan-Harus-Berkeadilan-dan-Menjaga-Lingkungan