Program Hutan Lestari Perlu Libatkan Perempuan Agar Berhasil

Jana Sjamsiah Ketua Umum Srikandi Hutan Lestari (SHL) mengatakan, pada September 2015 negara-negara di dunia menyepakati Sustainable Development Goals atau SDGs. SDGs meliputi 17 tujuan pembangunan, salah satunya adalah tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender.

“SHL aktif memperjuangkan kesetaraan gender di sektor kehutanan, industri pengolahan hasil hutan, masyarakat sekitar hutan dan konsumen hasil hutan,” ujar Jana dalam Web Seminar (Webinar) Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tengah Pandemi Covid-19, Kamis (16/7/2020) yang diselenggarakan oleh Srikandi Hutan Lestari (SHL)

Karena itu, kata Jana, webinar ini bertujuan menyadarkan semua pihak bahwa perempuan berperan sentral dalam pelaksanaan hutan lestari, mulai dari pengambilan kebijakan, sertifikasi produk hutan lestari hingga advokasi konsumen.

Sementara, Belinda Arunarwati Margono Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan DIrektorat Jenderal Planologi Kehutanan dan tata Lingkungan, mengatakan, saat ini peran perempuan di kehutanan masih menghadapi banyak kendala karena kehutanan dipandang sebagai dunia laki-laki yang membutuhkan kekuatan fisik.

Selain itu pengakuan atas atas kontribusi nyata perempuan dalam aspek ekonomi dan ekologi masih kurang. Karena itu, paradigma di masyarakat masih mengarah pada pemberdayaan perempuan.

“Padahal sektor kehutanan saat ini justru banyak diwarnai kepemimpinan perempuan. Menteri LHK adalah seorang pemimpin perempuan, dan jajaran eselon-nya banyak diisi perempuan. Mereka berperan sentral dalam proses pengambilan keputusan, negosiasi internasional, kegiatan tehnis kehutanan, dan ujung tombak pengelolaan di tingkat tapak,” kata Belinda.

Saniah Widuri Sekretaris Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) menyatakan, sebagai pengembang standar sertifikasi hutan, IFCC sangat memperhatikan peran sentral perempuan. Ini tidak hanya dalam pengambilan kebijakan di dalam perusahaan, tapi juga melihat apa yang dilakukan perusahaan kepada kaum perempuan di sekitar hutan konsesi.

“Tagline IFCC “Doing good doing no harm is no longer GOOD enough”. Kata “GOOD” antara lain berarti perempuan harus berperan signifikan dalam mewujudkan hutan lestari. Di level konsumen, peran perempuan dalam mengatur konsumsi keluarga yang sangat vital dan menjadi penentu, dengan memilih hanya produk yang memiliki label lestari,” tegasnya.

Saniah menambahkan, saat ini sudah ada 73 perusahaan dengan luas 4 juta hektar yang bersertifikat IFCC/PEFC. Ini ditambah 38 industri hasil hutan.

Librian Angraeni Deputy Director Sustainability & Stakeholder Engagement, APP-Sinarmas, mengatakan, semua perusahaan HTI dan pabrik pengolahan sebaiknya sudah mendapatkan sertifikat lestari dari IFCC/PEFC. Sertifikat ini adalah sertifikat berkelas dunia.

“APP berkomitmen terus melakukan pengelolaan hutan lestari. Berdasarkan pengalaman APP, perempuan berperan sentral dalam pengembangan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar konsesi hutan. Ini merupakan elemen penting dalam upaya konservasi hutan alam, dimana kunci utamanya adalah menyelaraskan antara peningkatan perekonomian dengan menjaga kelestarian hutan. APP bekerjasama dengan berbagai mitra untuk melakuan pemberdayaan perempuan di sekitar hutan dan pabrik APP,” ujar dia.

Dihubungi terpisah, Dradjad Winowo Ketua Umum IFCC yang juga ekonom senior mengatakan, banyak pemimpin perempuan yang berhasil dalam urusan kelestarian dan kesehatan seperti pandemi Covid-19.

“Perempuan pemimpin perusahaan HTI berhasil mengelola hutan secara lestari sesuai standar dunia. Ekspor Pulp dan Paper pun meningkat karenanya. Siti Nurbaya Menteri LHK dan jajarannya juga berhasil menerapkan pengelolaan hutan lestari,” jelasnya.

Karena itu, Dradjad mendorong wanita memimpin kampanye konsumsi terhadap produk hutan lestari. Karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 55-60% PDB.

Kata Dradjad, saat ini sudah banyak kertas dan tissue yang bersertifikat lestari kelas dunia dari IFCC/PEFC. Produk itu seperti tissue wajah, tissue bayi hingga tissue toilet.(faz/iss)

sumber: https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/program-hutan-lestari-perlu-libatkan-perempuan-agar-berhasil/

Perjuangkan Kelestarian Hutan, Perempuan Miliki Peranan Penting

Merdeka.com - Kaum perempuan diharapkan meningkatkan peranannya dalam mendorong upaya pelestarian hutan. Saat ini peran perempuan di kehutanan masih menghadapi kendala karena kehutanan dianggap sebagai dunia laki-laki yang memiliki kekuatan fisik.

"Selain itu pengakuan atas atas kontribusi nyata perempuan dalam aspek ekonomi dan ekologi masih kurang. Karena itu, paradigma di masyarakat masih mengarah pada pemberdayaan perempuan," kata Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, R.A Belinda Arunarwati Margono, Kamis (16/7).

Menurutnya, sektor kehutanan saat ini justru banyak diwarnai kepemimpinan perempuan. .Dia mencontohkan Menteri LHK saat ini adalah seorang perempuan, dan jajaran eselon-nya banyak diisi perempuan.

"Mereka berperan sentral dalam proses pengambilan keputusan, negosiasi internasional, kegiatan teknis kehutanan, dan ujung tombak pengelolaan di tingkat tapak," katanya dalam webinar 'Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tengah Pandemi Covid-19' yang digelar Srikandi Hutan Lestari.

Ketua Umum Srikandi Hutan Lestari (SHL), Jana Sjamsiah mengatakan, pada September 2015 negara-negara di dunia menyepakati Sustainable Development Goals atau SDGs yang meliputi 17 tujuan pembangunan. Salah satunya adalah tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender.

Pihaknya menegaskan aktif memperjuangkan kesetaraan gender di sektor kehutanan, industri pengolahan hasil hutan, masyarakat sekitar hutan dan konsumen hasil hutan. Karenanya, dia berharap semua pihak sadar bahwa perempuan berperan sentral dalam upaya pelestarian hutan.

"Mulai dari pengambilan kebijakan, sertifikasi produk hutan lestari hingga advokasi konsumen," katanya.

Terpisah, Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Dradjad Wibowo mengatakan, banyak pemimpin perempuan yang memiliki peran penting dan berhasil dalam urusan kelestarian hutan dan kesehatan seperti saat pandemi COVID-19 kini.

Karena itu, dia mendorong perempuan memimpin kampanye konsumsi terhadap produk hutan lestari.

"Saat ini sudah banyak kertas dan tisu yang bersertifikat lestari kelas dunia dari IFCC/PEFC. Produk itu seperti tisu wajah, tisu bayi hingga tisu toilet," katanya. (mdk/dan)

sumber: https://m.merdeka.com/peristiwa/perjuangkan-kelestarian-hutan-perempuan-miliki-peranan-penting.html

Perempuan Harus Berperan Signifikan dalam Mewujudkan Hutan Lestari

tribunnews

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Srikandi Hutan Lestari (SHL) mengadakan Webinar bertajuk 'Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tengah Pandemi Covid-19', Kamis (16/7/2020).

Ketua Umum SHL Jana Sjamsiah mengatakan, webinar ini bertujuan menyadarkan semua pihak bahwa perempuan Berperan sentral dalam pelaksanaan hutan lestari, mulai dari pengambilan kebijakan, sertifikasi produk hutan lestari hingga advokasi konsumen.

Satu di antara pembicara yang memaparkan materinya dalam webinar itu adalah Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan DIrektorat Jenderal Planologi Kehutanan dan tata Lingkungan, RA Belinda Arunarwati Margono PhD.

Dia menjelaskan, saat ini peran perempuan di kehutanan masih menghadapi banyak kendala karena kehutanan dipandang sebagai dunia laki-laki yang membutuhkan kekuatan fisik.

Selain itu pengakuan atas atas kontribusi nyata perempuan dalam aspek ekonomi dan ekologi masih kurang. Karena itu, paradigma di masyarakat masih mengarah pada pemberdayaan perempuan.

"Padahal sektor kehutanan saat ini justru banyak diwarnai kepemimpinan perempuan. Menteri LHK adalah seorang pemimpin perempuan, dan jajaran eselon-nya banyak diisi perempuan. Mereka berperan sentral dalam proses pengambilan keputusan, negosiasi internasional, kegiatan tehnis kehutanan, dan ujung tombak pengelolaan di tingkat tapak," katanya.

Pembicara lain, sekretaris Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Saniah Widuri menyatakan, sebagai pengembang standar sertifikasi hutan, IFCC sangat memperhatikan Peran Sentral perempuan.

"Ini tidak hanya dalam pengambilan kebijakan di dalam perusahaan, tapi juga melihat apa yang dilakukan perusahaan kepada kaum perempuan di sekitar hutan konsesi," katanya.

Saniah menekankan, tagline IFCC “Doing good doing no harm is no longer Good enough”.

"Kata “Good” antara lain berarti perempuan harus berperan signifikan dalam mewujudkan hutan lestari. Di level konsumen, peran perempuan dalam mengatur konsumsi keluarga yang sangat vital dan menjadi penentu, dengan memilih hanya produk yang memiliki label lestari," kata dia.

Saniah menambahkan, saat ini sudah ada 73 perusahaan dengan luas 4 juta hektar yang bersertifikat IFCC/PEFC. Ini ditambah 38 industri hasil hutan.

Adapun Deputy Director Sustainability & Stakeholder Engagement, APP-Sinarmas, Librian Angraeni, mengatakan, semua perusahaan HTI dan pabrik pengolahan dalam grup APP-Sinar Mas sudah mendapatkan sertifikat lestari dari IFCC/PEFC.

Sertifikat ini adalah sertifikat berkelas dunia. APP berkomitmen terus melakukan pengelolaan hutan lestari. Berdasarkan pengalaman APP, perempuan berperan sentral dalam pengembangan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar konsesi hutan. Ini merupakan elemen penting dalam upaya konservasi hutan alam, dimana kunci utamanya adalah menyelaraskan antara peningkatan perekonomian dengan menjaga kelestarian hutan. APP bekerjasama dengan berbagai mitra untuk melakuan pemberdayaan perempuan di sekitar hutan dan pabrik APP.

Menurut Librarian, produk-produk yang dihasilkan perempuan mitra APP terbukti laku terjual di pasar lokal dan nasional, dan berkontribusi cukup signifikan dalam melewati masa pandemi ini. (Yat/TribunNetwork)

 

Agar Program Hutan Lestari Berhasil, Peran Sentral Perempuan Harus Makin Didorong

Agar Program Hutan Lestari Berhasil, Peran Sentral Perempuan Harus Makin Didorong

Jakarta, Beritasatu.com - Kalangan perempuan diharapkan terus meningkatkan peran dalam mendorong upaya melestarikan hutan. Upaya itu tidak hanya di lapangan, tetapi juga pada pengambilan keputusan, dan mendorong konsumsi produk hasil hutan yang telah tersertifikasi.

Hal itu mengerucut dalam web seminar (webinar) dengan tema 'Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tengah Pandemi Covid-19' yang diselenggarakan Srikandi Hutan Lestari (SHL), Kamis (16/7/2020).

Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian LHK Belinda A Margono mengatakan, perempuan punya aspek sangat strategis. Namun, selama ini pengurusan hutan terutama aktivitas fisik dan lapangan terlanjur dianggap sebagai dunia para pria.

 

“Ada pembagian kerja berbasis gender yang menempatkan perempuan di posisi lebih rendah,” ujar Belinda.

Belinda membanggakan kementerian yang menaunginya. Saat ini Kementerian LHK dipimpin oleh perempuan, yakni Siti Nurbaya. Selain itu, dari 13 eselon I di Kementerian LHK paling tidak 30 persen ditempati perempuan.

Ketua Umum SHL Jana Sjamsiah mengatakan, pada September 2015 negara-negara di dunia menyepakati sustainable development goals yang meliputi 17 tujuan pembangunan, salah satunya adalah kesetaraan gender. SHL aktif memperjuangkan kesetaraan gender di sektor kehutanan, industri pengolahan hasil hutan, masyarakat sekitar hutan, dan konsumen hasil hutan.

"Kami ingin mendorong bahwa perempuan berperan dalam pelaksanaan hutan lestari, mulai dari pengambilan kebijakan, sertifikasi produk hutan lestari hingga advokasi konsumen," katanya.

Sekretaris Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Saniah Widuri menyatakan, sebagai pengembang standar sertifikasi hutan, IFCC sangat memperhatikan peran sentral perempuan. Ini tidak hanya dalam pengambilan kebijakan di dalam perusahaan, tapi juga melihat apa yang dilakukan perusahaan kepada kaum perempuan di sekitar hutan konsesi.

Dia mengungkapkan arti penting sertifikasi IFCC dengan melihat bencana di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang diduga terjadi akibat pembalakan liar. Seandainya pengelola hutan di sana bersedia mengikuti sertifikasi, maka bencana alam bisa dihindari.

"Memang di Luwu utara itu belum ada yang ikut sertifikasi kami. Bayangkan seandainya semua hutan di Indonesia mendapatkan sertifikasi voluntary dari IFCC, dapat dibayangkan pengelolaannya pasti sudah baik atau mengikuti kaidah kehutanan, sosial, ekologi, dan ekonomi," ujar Saniah.

Librian Angraeni, Deputy Director Sustainability & Stakeholder Engagement APP-Sinarmas, mengatakan semua perusahaan HTI dan pabrik pengolahan dalam usahanya sudah mendapatkan sertifikat lestari dari IFCC/PEFC. Berdasarkan pengalaman APP, perempuan berperan sentral dalam pengembangan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar konsesi hutan.

"Ini merupakan elemen penting dalam upaya konservasi hutan alam, di mana kunci utamanya adalah menyelaraskan antara peningkatan perekonomian dengan menjaga kelestarian hutan. APP bekerja sama dengan berbagai mitra untuk melakukan pemberdayaan perempuan di sekitar hutan dan pabrik APP," ulas Librian.

Secara terpisah, Ketua Umum IFCC Dradjad Wibowo yang juga ekonom senior mengatakan, banyak pemimpin perempuan yang berperan sentral dan berhasil dalam urusan kelestarian dan kesehatan seperti pandemi Covid-19. Pihaknya memantau perempuan pemimpin perusahaan HTI berhasil mengelola hutan secara lestari sesuai standar dunia. Ekspor pulp dan paper pun meningkat karenanya.

Menurutnya, Menteri LHK Siti Nurbaya dan jajarannya juga berhasil menerapkan pengelolaan hutan lestari. Karena itu, Dradjad mendorong wanita memimpin kampanye konsumsi terhadap produk hutan lestari. Karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 55-60% PDB.

"Saat ini sudah banyak kertas dan tisu yang bersertifikat lestari kelas dunia dari IFCC/PEFC. Produk itu seperti tisu wajah, tisu basah hingga tisu toilet," kata Dradjad.

sumber: https://www.beritasatu.com/lingkungan/656069/agar-program-hutan-lestari-berhasil-peran-sentral-perempuan-harus-makin-didorong

Media News Bulletin from PEFC Asia Pacific

Consumer Choice:
Buy Products from the Forest
PEFC has a distinct message for the consumer this month. On the occasion of the end of PEFC's 20th anniversary year, CEO Ben Gunneberg says we must "choose forest-based materials instead of alternatives such as plastic. If we don’t use our forests, the land will be used for other purposes, such as cattle ranches or soy plantations. Buying forest products, such as wood and paper, gives the forest value, it creates demand, and provides a financial incentive to keep a forest a forest." There's plenty of news here about products from the forests of Asia Pacific and further afield.
 
 
Sustainable Management for Vietnam's Rubber Plantations
The Vietnam Administration of Forestry (VNFOREST) has awarded the first Vietnam Sustainable Forest Management (SFM) certificates, covering more than 11,400 ha of plantations, belonging to three Vietnam Rubber Group (VRG) companies. VRG members own about 300,000 ha rubber plantation in Vietnam. Tran Ngoc Thuan, VRG’s Chairman said he aims to get SFM certificates for over 50,000 ha of rubber plantations in 2020, along with PEFC Chain of Custody (CoC) certificates for 21 factories.Read more.
 
 
Indonesia's Forest Certification System Gets Top Score
SLVK, KAN, IAF, TPAC, IFCC and PEFC. Lots of acronyms at work for Indonesia. A clear sign that sustainable forestry management is being taken seriously. SVLK (Sistem Verificasi Legalitas Kayu) is Indonesia’s national timber assurance process, a mandatory, legality and sustainability certification system built on a national multi-stakeholder consensus. KAN (Komite Akreditasi Nasional) is the National Accreditation Body of Indonesia and is, in turn, a member of the IAF, the International Accreditation Forum. Additional support for forest management in the region is coming from the Dutch Timber Procurement Assessment Committee (TPAC). While its main job is to make sure Netherlands keeps its commitment to 100% sustainable timber, it has also given Indonesia’s forest certification system a top score, thanks to the work of IFCC, the national governing body for PEFC. Read how PEFC manages these standards.
 
 
Global Webinar Highlights Value of Sustainable Packaging
While studies are showing that the majority of consumers say they would change their consumption habits to reduce environment impact, never has it been so important to use sustainable materials, to know that your products come from sustainable sources and to prove that to your customers. PEFC strongly believes that increasing the use of sustainable, certified forest-based packaging has huge potential to not only help companies meet sustainability targets, but also to have a positive impact on the world’s forests and forest communities. Stakeholders and industry watchers - including dozens from Asia Pacific countries - joined the 23 June Webinar on "Creating impact through responsibly sourced packaging". Read More
 
 
Celebrating the Power of Trees & the True Value of Forests
Besides alleviating the effects of climate change and natural disasters, forests represent some of the richest biologically diverse areas on Earth. The true value of a forest is recognised by Responsible Wood, the Australian National Governing Body for PEFC, which also plays an important role supporting the Australian Made Campaign, promoting the many benefits of using renewable, locally-made timber framing products to build new homes. Responsible Wood also draws attention to artists who are working with wood - see image of wood sculpture by Dave Hickson - as it offers great flexibility for expression, is natural and is sustainably sourced. You can read more here.
 

With PEFC, Global Timber Asia has Sustainability Credentials
With its origins in Europe, Global Timber - as its name implies - operates in the global market place, now with a base in Malaysia to serve the Asia Pacific. As a player in the international wood industry, it is at the forefront of contributing to the preservation of global forests through sustainable behaviour, environmental certifications and compliance with various important environmental certifications. With that in mind, Global Timber states categorically: "PEFC is a good way to document and prove the sustainability of our products." Read More
 
 
Venturer Wins Chain of Custody Certification for Projects
Venturer Timberwork is the first Singapore business to obtain PEFC Chain of Custody (CoC) certification, issued by Double Helix and authorised by the Singapore Accreditation Council (SAC). Venturer, with several building projects in the region lined up, is looking to be the first PEFC Project certified company in Singapore. Venturer is also believed to be the first timber contractor in Asia to be CoC certified. Not only a strong advocate for responsible sourcing and sustainable forest management, but Venturer also promotes the greater use of certified Mass Engineered Timber (MET), Cross Laminated Timber (CLT) and Glulam. Read More
 
 
SIIA: PEFC Engaging Consumer for Sustainable Sourcing
In the latest Haze Outlook for Southeast Asia, the Singapore Institute for International Affairs (SIIA) acknowledges the role of certification: "While plantation and forestry certification schemes naturally target resource-producing countries, efforts are also under way to engage with consumer markets. In the wood and paper sector, the Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), a global alliance of national forest certification systems, is now promoting chain of custody (COC) certification within Southeast Asia to ensure traceable and sustainable sourcing of forest-based products." Read More
 
 
Furnilac First for Chain of Custody in Indonesia
Furnilac Primaguna, PT is the first furniture manufacturer in Indonesia that is certified against the Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) and the Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC). Besides being committed to the principles of design thinking and styling, sustainability is now uppermost in the minds of Furnilac, as it makes sure all the wood material it uses comes from legal and sustainable sources, approved by Indonesia’s timber legality system, SVLK or Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. Panels and Furniture has the story.Read More
 
 
APR Adopts Vision to Build Resilience for Man-made Fibres
With COVID-19 and climate change causing lasting disruption in the textile and apparel industry, Asia Pacific Rayon (APR) joins other significant industry players and stakeholders to adopt an ambitious shared vision, MMCF 2030, for unleashing the man-made cellulosic fibres’ huge untapped potential for building resilience in the global textile industry. APR - the first fully integrated viscose rayon producer in Asia with its 240,000-tonne capacity mill co-located in Pangkalan Kerinci, Indonesia - has also joined the Sustainable Apparel Coalition (SAC). It will use the group’s sustainability measurement suite of tools to drive environmental and social responsibility throughout its supply chainRead more.
 
 
Fragrance from the Forests Goes Global with OPSO & PEFC
ÖPSO is a sustainable home fragrance series made from natural tree resin. Both fragrance and packaging are PEFC certified. This is a world first. OPSO says its innovative and sustainable composition replaces artificial ingredients in traditional fragrances with natural resin from Mediterranean pine trees, thus helping to preserve the forests of our planet. Read More
 
 
If you need more information on any of the items above, or any other work by PEFC in Asia Pacific, feel free to contact:
Or go to PEFC International: www.pefc.org